Berita / Dunia
Mengapa Kesepakatan Gas Israel-Mesir di ambang Kehancuran?
Pars Today – Friksi politik dan keamanan antara rezim Zionis Israel dan Mesir juga merembet ke sektor ekonomi, dan kini kontrak terbesar gas antara Tel Aviv dan Kairo di ambang kehancuran.
Salah satu kontrak terbesar ekspor gas alam rezim Zionis ke Mesir kini berada di ambang keruntuhan. Nilai kontrak ini sekitar 35 miliar dolar, dan tujuannya adalah menyalurkan lebih dari 130 miliar meter kubik gas ke Mesir hingga tahun 2040. Kontrak tersebut kini telah berubah menjadi alat tekanan politik bagi kabinet Benjamin Netanyahu.
Berdasarkan kontrak tersebut, Israel seharusnya mengekspor sekitar 1,8 miliar kaki kubik gas per hari ke Mesir; namun saat ini kontrak tersebut menghadapi kebuntuan politik dan teknis yang kompleks di wilayah pendudukan Palestina. Menurut sumber di Kementerian Perminyakan Mesir, jumlah gas yang saat ini diimpor dari rezim Zionis berkisar antara 850 juta hingga 1 miliar kaki kubik per hari. Volume ini didasarkan pada kesepakatan tahun 2019 yang mulai berlaku pada tahun 2020. Namun, rezim Zionis tidak memenuhi komitmen baru yang ditetapkan berdasarkan amandemen kontrak pada Juli 2025, yang mencakup peningkatan bertahap ekspor hingga mencapai tingkat 1,8 hingga 2 miliar kaki kubik pada tahun 2026. Di sisi lain, masalah teknis dan regulasi dalam pelaksanaan kontrak turut menambah kompleksitas situasi.
Tel Aviv pada awalnya mengaitkan pengurangan pasokan ini dengan masalah teknis dan menyatakan bahwa masalah tersebut akan diselesaikan pada Oktober 2025; namun belakangan diketahui bahwa kabinet Netanyahu dan beberapa komite Knesset (parlemen rezim Zionis) bermaksud menghentikan pelaksanaan tahap baru kesepakatan tersebut karena perselisihan politik dengan Mesir terkait situasi Gaza dan kehadiran militer Mesir di Sinai, serta berupaya membuka kembali perundingan mengenai harga gas pada masa mendatang.
Sementara itu, Mesir sedang mempersiapkan diri untuk secara signifikan mengurangi impor gas dari rezim Zionis, hingga pada tingkat kemungkinan terjadinya penghentian sebagian impor menjelang musim panas 2026. Saat ini, Mesir telah berubah menjadi importir gas alam terbesar di Afrika Utara dan berencana mengadakan tender bulanan untuk memperoleh harga yang paling ekonomis. Mesir baru-baru ini mengadakan tender untuk pembelian tiga kargo gas cair dari pasar spot dan secara paralel telah menyepakati impor 20 kargo lainnya dari perusahaan-perusahaan Arab Saudi, Prancis, Belanda, dan Azerbaijan hingga akhir tahun. Selain itu, kontrak untuk mengimpor sekitar 125 kargo pada tahun 2026 telah ditandatangani guna mengimbangi setiap kekurangan pasokan gas dari rezim Zionis.
Pada saat yang sama, pertemuan intensif dengan kehadiran para komandan militer, pakar ekonomi, dan spesialis energi Mesir sedang berlangsung untuk merumuskan strategi pengurangan ketergantungan pada gas serta menyediakan anggaran tambahan senilai tiga miliar dolar yang diperlukan untuk pembelian gas cair hingga tahun 2026. Mesir juga berupaya menjalin kontrak jangka panjang untuk impor gas cair hingga tahun 2030 dan melakukan diversifikasi terhadap pemasok energi.
Akhirnya, kontrak gas antara Mesir dan rezim Zionis, yang sedianya menjadi salah satu bentuk kerja sama energi terbesar di kawasan, kini berada di ambang keruntuhan akibat kombinasi faktor politik, keamanan, dan ekonomi. Situasi ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi antara rezim dan Mesir sangat dipengaruhi oleh dinamika politik dan keamanan regional. (MF)