Perspektif Tunisia: Isu Palestina Luka Terdalam dalam Sistem Peradilan Internasional
-
Menteri Luar Negeri Tunisia Mohamed Ali Al-Nafti
Pars Today - Tunisia mengumumkan bahwa isu Palestina adalah luka terdalam dalam sistem peradilan internasional.
Menurut laporan Pars Today, Menteri Luar Negeri Tunisia menyebut isu Palestina sebagai luka terdalam dalam sistem peradilan internasional dan menyerukan sikap tegas yang menjamin hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka.
Sesi ke-11 "Forum internasional United Nations Alliance of Civilzations (UNAOC)" diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, 13 dan 14 Desember, di ibu kota Arab Saudi, Riyadh.
Menteri Luar Negeri Tunisia Mohamed Ali Al-Nafti mengatakan dalam pidato pembukaannya, "Isu Palestina adalah luka terdalam dalam sistem peradilan internasional."
Ia menekankan, "Pendekatan aliansi terhadap dialog antarbudaya tanpa membahas isu Palestina tidak lengkap."
Pertemuan pertama Majelis Peradaban PBB diadakan pada tahun 2005, dan pertemuan di Riyadh ini bertema "Persatuan Peradaban, Dua Dekade Dialog untuk Kemanusiaan - Menuju Era Baru Penghormatan dan Saling Pengertian di Dunia Multipolar".
Peserta pertemuan ini adalah para pemimpin politik dan agama, perwakilan organisasi internasional dan regional, sektor swasta, masyarakat sipil, akademisi, pemuda, seniman, atlet, dan tokoh media.
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Tunisia, Al-Nafti, merujuk pada serangan berkelanjutan oleh militer Zionis di wilayah Palestina, mengatakan, "Pelanggaran berkelanjutan di wilayah Palestina yang diduduki dan penderitaan yang diderita oleh warga sipil membutuhkan sikap internasional yang jelas dan tegas, untuk mengembalikan kredibilitas hukum humaniter internasional dan menjamin hak-hak rakyat Palestina, yang terpenting adalah pembentukan negara Palestina merdeka dengan Quds sebagai ibu kotanya."
Posisi Tunisia dan banyak negara Afrika mengenai isu Palestina didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, dan memerangi kolonialisme. Tunisia telah menyatakan bahwa isu Palestina adalah luka terdalam dari sistem peradilan internasional dan bahwa tanpa penyelesaiannya, tidak akan terbentuk tatanan dunia yang adil. Pandangan ini berakar pada sejarah perjuangan anti-kolonial bangsa-bangsa Afrika, yang sendiri telah melalui pengalaman pahit kolonialisme dan diskriminasi.
Tunisia selalu menekankan dalam posisi resminya hak rakyat Palestina untuk membentuk negara merdeka dengan Quds sebagai ibu kotanya. Presiden dan Menteri Luar Negeri Tunisia telah berulang kali menyatakan bahwa mendukung Palestina bukanlah posisi sementara, tetapi kebijakan Tunisia yang konsisten dan berprinsip.
Negara ini juga menganggap isu Palestina sebagai fokus keadilan global di forum internasional, termasuk pertemuan PBB, dan telah menyerukan pengembalian hak-hak sah rakyat Palestina.
Di tingkat Afrika, banyak negara, termasuk Afrika Selatan, Aljazair, dan Nigeria, juga memiliki posisi serupa. Afrika Selatan, terutama mengingat pengalamannya dengan apartheid, menganggap kebijakan rezim Zionis terhadap Palestina sebagai bentuk diskriminasi rasial dan telah berulang kali mengutuknya.
Menteri Luar Negeri Tunisia dan Afrika Selatan telah menekankan dalam pertemuan bersama mereka dukungan untuk rakyat Palestina dan perlunya reformasi struktur internasional untuk memastikan keadilan. Kerja sama ini menunjukkan bahwa isu Palestina bukan hanya perhatian dunia Arab, tetapi juga isu kunci bagi seluruh benua Afrika.
Negara-negara Afrika di Uni Afrika juga telah berulang kali mengeluarkan resolusi yang mendukung Palestina. Posisi ini didasarkan pada solidaritas historis antara negara-negara yang dijajah dan rakyat Palestina. Banyak pemimpin Afrika percaya bahwa pembebasan Palestina merupakan bagian yang tak terpisahkan dari terwujudnya keadilan global.
Dari perspektif diplomatik, Tunisia dan negara-negara Afrika lainnya berupaya mengangkat isu Palestina dalam kerangka hukum internasional dan keadilan humaniter. Mereka menekankan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di wilayah pendudukan dan berlanjutnya pendudukan telah mempertanyakan kredibilitas sistem internasional.
Karena alasan ini, mendukung Palestina bukan hanya kewajiban moral bagi negara-negara ini, tetapi juga kebutuhan untuk memulihkan kepercayaan pada sistem keadilan global.
Secara keseluruhan, posisi Tunisia dan Afrika mengenai isu Palestina didasarkan pada pengalaman bersama tentang kolonialisme, keyakinan akan keadilan global, dan kebutuhan untuk melawan diskriminasi dan pendudukan.
Negara-negara ini melihat isu Palestina sebagai ujian integritas komunitas internasional dalam menjunjung prinsip-prinsip keadilan, dan percaya bahwa tanpa menyelesaikan krisis ini, tatanan dunia yang adil tidak akan terbentuk.(sl)