Masa Depan Pertahanan Turki Pasca Disanksi AS
-
rudal S-400 Rusia
Departemen Keuangan Amerika Serikat pada hari Senin, 14 Desember 2020 menyanksi industri pertahanan Turki, dan empat pejabat negara ini karena keputusan Ankara membeli sistem anti-rudal S-400 Rusia.
Kepala Presidensi Industri Pertahanan Turki, Ismail Demir adalah salah satu pejabat Ankara yang disanksi oleh Depkeu Amerika.
Dalam beberapa bulan terakhir ketegangan Amerika dan Turki terkait pembelian sistem anti-rudal Rusia, S400 mengalami peningkatan, dan Washington memperingatkan jika Ankara membeli S-400 Rusia, ia akan berhadapan dengan sanksi.
Meskipun demikian, tanpa memperhatikan penentangan dan ancaman Amerika, Turki tetap akan melanjutkan kerja sama militer dengan Rusia.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, sanksi Amerika terhadap Turki karena membeli S-400, tidak akan meningkatkan kredibilitas dan citra Washington di bidang kerja sama teknologi-militer.
Kontrak penjualan sistem anti-pesawat S-400 ditandatangani Rusia dan Turki pada tahun 2017, dan penyerahan sistem itu dilakukan pada Januari 2019. Sekarang proses penempatan sistem anti-rudal ini sedang dilakukan.
Pejabat senior Turki terutama Presiden Recep Tayyip Erdogan berulangkali mengatakan, Turki berhak memilih sendiri senjata yang dimilikinya dengan memperhatikan kebutuhan pertahanannya. Selain itu Ankara menegaskan pembelian sistem rudal S-400 tidak bertentangan dengan pembelian jet tempur F-35 Amerika.
Pada saat yang sama Kongres Amerika mendesak agar Turki dihukum karena membeli S-400 Rusia, dan beberapa kali meminta pemerintah Gedung Putih untuk menjatuhkan sanksi kepada Ankara dalam kerangka undang-undang CAATSA.
Undang-undang yang ditandatanganii Presiden Amerika Donald Trump pada Agustus 2017 itu memasukkan negara-negara yang menandatangani kontrak senjata signifikan dengan Rusia, ke daftar sanksi Amerika.
Hubungan Amerika-Turki dalam beberapa tahun terakhir sangat fluktuatif. Ankara berharap di masa pemerintahan Donald Trump, hubungan kedua negara bisa pulih. Akan tetapi konflik bilateral termasuk seputar pembelian S-400 dari Rusia, dan pembalasan Amerika yang menolak menjual F-35, lalu sekarang sanksi terhadap industri pertahanan Turki, menyebabkan hubungan dua negara memburuk.
Di sisi lain, pemerintah Trump mendukung Yunani dan Siprus sebagai anggota NATO dalam konflik dengan Turki terkait eksplorasi energi di timur Laut Mediterania, dan bersama Eropa melawan Turki. Amerika tampak sangat tidak puas dengan kebijakan luar negeri pemerintah Erdogan.
Menlu Amerika Mike Pompeo pada November 2020 memprotes langkah Turki di timur Laut Mediterania, Libya, dan Republik Azerbaijan, dan menegaskan bahwa aksi baru Turki sangat agresif.
Pompeo menuturkan, Eropa dan Amerika harus bekerjasama untuk meyakinkan Erdogan bahwa langkahnya tidak menguntungkan kepentingan nasional Turki. Lawatan terbaru Menlu Amerika ke Istanbul dan pertemuannya dengan Uskup Agung Gereja Ortodoks Turki tanpa bertemu dengan pejabat Ankara, merupakan salah satu bukti dinginnya hubungan dua negara.
Direktur Pusat Studi Turki Modern, Yuri Mavashev mengatakan, jurang dalam hubungan Turki dan Amerika akan tetap ada, dan hubungan kedua negara tidak akan kembali ke kondisi sebelumnya. Dengan memperhatikan pandangan negatif Joe Biden terhadap Turki, diperkirakan ketegangan, dan konflik Amerika-Turki di masa pemerintahan presiden baru Amerika, masih akan berlanjut. (HS)