Keganasan Senjata Kimia dan Biologis Ancam Umat Manusia
Jun 28, 2021 18:36 Asia/Jakarta
Tanggal 29 Juni 1987 diperingati sebagai Hari Perang Melawan Senjata Kimia dan Biologis untuk mengenang serangan bom kimia ke kota Sardasht, Azerbaijan Barat, Iran.
Pada tanggal 28-29 Juni 1987, pesawat-pesawat pembom rezim Baath Irak melancarkan serangan kimia ke empat lokasi padat penduduk di kota Sardasht. Korban keganasan gas kimia mematikan dalam serangan itu kebanyakan perempuan, anak-anak, dan warga sipil tak bersalah warga kota Sardasht dan sekitarnya.
Senjata kimia adalah senjata atau bahan kimia yang menargetkan manusia atau makhluk hidup lain. Jika senjata kimia ini bersentuhan langsung dengan bagian tubuh mana pun pada makhluk hidup, maka seluruh badan akan terkontaminasi dan terjangkiti berbagai penyakit. Bahan kimia ini bisa berbentuk padat, cair atau gas.
Dengan kata lain, bahan kimia dapat diartikan sebagai komposisi kimia yang jika digunakan pada manusia, binatang atau tumbuhan, dapat membunuh atau meninggalkan luka permanen dan sementara pada organ tubuh. Senjata kimia dalam ranah militer terbagi dalam enam kategori, yaitu mematikan, melumpuhkan, dalam bentuk asap, antitumbuhan, dapat menciptakan api, dan berfungsi mengontrol kerusuhan. Senjata ini mempengaruhi sistem saraf tubuh, memberi efek samping pada kulit dan menciptakan gangguan pernapasan.
Senjata kimia dan biologis untuk pertama kali digunakan pada tahun 1763, ketika Amerika Serikat menggunakan senjata kimia terhadap warga Kulit Merah pemilik asli tanah Amerika. Pada Perang Dunia I tahun 1914, senjata kimia dipakai oleh pasukan Jerman, kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Pasukan Jerman pada 22 April 1915 menyerang tentara Sekutu di sepanjang front barat dengan menembakkan lebih dari 150 ton gas klorin yang mematikan terhadap dua divisi pasukan Prancis di Ypres, Belgia. Ini adalah serangan gas besar pertama oleh Jerman, yang menewaskan sekitar 5.000 tentara Inggris dan Prancis. Hari ini dikenal sebagai hari lahirnya perang kimia. Jerman pada tahun 1917 untuk pertama kalinya menggunakan gas mustard pada musim panas 1917.
Gas kimia ini menyerang kulit dan menciptakan kebutaan pada mata korbannya, sehingga masker gas dan respirator tidak bisa melindungi mereka. Selama PD I total digunakan sekitar 124.200 ton klorin, mustard, dan bahan kimia lain, dan lebih dari 90.000 tentara tewas karena terpapar bahan-bahan tersebut. Lebih dari satu juta orang meninggalkan medan perang dalam keadaan buta, cacat atau dengan luka parah.
Usai PD II yang terjadi dari tahun 1939 hingga 1945, pada tahun 1951, Inggris menggunakan bahan kimia Phytotoxin. Dalam Perang Vietnam, Amerika Serikat menggunakan bahan kimia dan biologis. Pasukan AS menyebarkan ribuan ton Agent Orange di hutan-hutan Vietnam untuk mengubah tempat-tempat persembunyian Vietcong menjadi gurun. Sebagian besar bahan kimia tersebut dipasok oleh Jerman ke AS.
Pengaruh bahan kimia mematikan dioxin sampai saat ini, meski sudah berlalu puluhan tahun, masih terasa, di Vietnam sampai sekarang masih terlahir anak-anak cacat karena pengaruh bahan kimia ini. Pada tahun 1979 militer Uni Soviet juga menggunakan bahan kimia sejenis di Afghanistan. Rezim rasis Apartheid, Afrika Selatan pada 8 Maret 1983 menggunakan bahan kimia beracun untuk melawan pasukan SWAPO di Namibia.
Pemerintah Irak di masa Saddam Hussein melancarkan serangan kimia luas terhadap Iran. Sekitar tahun 1976, rezim Irak memanfaatkan tenaga akademisi dan menganggarkan dana besar untuk mengumpulkan informasi seputar senjata kimia, biologis dan radioaktif, dan meraih sejumlah keberhasilan di tiga bidang itu. Saddam Hussein sejak tahun 1984 menggunakan Tabun, tapi bahan kimia berbahaya ini harganya cukup mahal, dan bahan baku untuk membuatnya sulit ditemukan.
Setelah itu Saddam Hussein lebih banyak mencari gas beracun VX yang dianggap memiliki kekuatan dan ketahanan yang lebih besar. Saddam Hussein juga banyak menggunakan gas Mustard, karena gas ini memberikan pengaruh jangka panjang seperti kebutaan, berbagai jenis kanker, infertilitas, dan cacat fisik sebelum lahir.
Militer Irak pertama kali menggunakan senjata kimia dalam perang yaitu pada tanggal 19 Oktober 1980 di wilayah selatan Provinsi Khuzestan, Iran. Di tahun ini, Irak empat kali menggunakan senjata kimia dari jenis gas Mustard yang menyebabkan satu orang terluka, dan 20 gugur.
Protes Iran atas aksi tidak manusiawi Irak menyebabkan Radio Irak terpaksa membantah tudingan Iran, namun selama operasi perang Ramezan dan Khaibar, bom-bom kimia produksi Irak, digunakan secara luas dengan bantuan artileri dan pesawat.
Realitasnya Irak tidak hanya meruntuhkan garis pertahanan pasukan Iran dengan bom kimia, tapi sejumlah banyak senjata ini juga digunakan terhadap warga sipil. Pembebasan kota Khorramshahr dan kemenangan-kemenangan besar Iran atas pasukan Irak, menyebabkan Irak terpaksa kembali menggunakan senjata kimia dalam Operasi Wal Fajr 2, Wal Fajr 4, Khaibar, dan Badr.
Serangan kimia jet-jet tempur rezim Baath Irak ke kota Sardasht di barat Iran menewaskan 110 orang, dan melukai 8.000 lainnya. Sungguh disayangkan sampai saat ini sejumlah warga Iran di Sardasht masih harus menanggung derita sebagai dampak bom-bom kimia Irak ini. Namun meski Irak telah terbukti melakukan kejahatan perang, masyarakat internasional tidak melakukan tindakan untuk mencegah berlanjutnya agresi negara itu ke Iran, dan mengabaikan masalah ini.
Pada tahun 1984, laporan pertama para ahli yang ditunjuk Sekjen PBB untuk menyelidiki tuduhan Iran, dipublikasikan. Laporan para ahli itu mengonfirmasi penggunaan gas Mustard dan gas-gas saraf terhadap Iran di sejumlah wilayah negara ini. Setelah laporan tersebut dirillis hingga berakhirnya perang, setiap tahun sekelompok ahli mendatangi Iran, dan mengonfirmasi penggunaan senjata kimia oleh Irak terhadap Iran.
Poin yang perlu diperhatikan adalah kinerja Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB. Karena dukungan terbuka Barat terhadap Irak, Dewan Keamanan PBB hanya meminta dua negara saja yaitu Iran dan Irak untuk tidak menggunakan senjata kimia, dan PBB tidak mau mengakui bahwa Irak telah melakukan kejahatan perang, karena anggota-anggota asli DK PBB adalah sekutu Irak.
Begitu juga AS, selama delapan tahun perang Irak dan Iran, telah memberikan bantuan kepada Baghdad senilai hampir lima miliar dolar, dan memberikan sejumlah banyak bahan kimia serta biologis ke Irak. Sekutu Barat lain memberikan miliaran dolar untuk membantu militer Irak.
Inggris mengirim tank, rudal dan mortir ke Irak. Prancis mengirim rudal, dan jet tempur ke Irak, Jerman Barat memberikan teknologi dan memproduksi gas saraf, dan mustard. Semua itu menjadi sebab lebih dari 100 ribu orang di Iran terluka, sebagian besar perempuan menderita efek samping dan penyakit yang disebabkan oleh senjata kimia itu, dan membutuhkan perawatan medis.
Saat ini setelah berlalu puluhan tahun, setiap hari di Iran masih saja terdengar berita gugurnya satu dari 35.000 korban luka kimia di berbagai penjuru negara ini. (HS)
Tags