Jul 10, 2021 09:43 Asia/Jakarta
  • Lintasan Sejarah 10 Juli 2021

Imam Jawad Diracuni Isterinya

1222 tahun yang lalu, tanggal 29 Dzulqadah 220 HQ, Imam Jawad as diracuni istrinya atas perintah Khalifah Mu’tasim.

 

Setelah mensyahidkan Imam Ridha as, Khalifah Makmun meminta Imam Jawad as, anak Imam Ridha as agar pindah dari Madinah ke kota Baghdad. Makmun kemudian mengawinkan anak perempuannya Ummul Fadhl yang dinilai pengikut Syiah sebagai perkawinan paksaan dengan tujuan politis dengan Imam Jawad as. Imam Jawad as tidak memiliki anak dari perkawinannya dengan Ummul Fadhl. Anak-anak beliau berasal dari perkawinannya dengan Sumanah al-Maghribiya.

 

Selama menetap di Baghdad, Imam Jawad as benci dengan perilaku Makmun dan akhirnya beliau meminta izin kepada Makmun guna menunaikan ibadah haji dan dari sana beliau pergi ke Madinah dan berhenti di sana hingga Makmun meninggal dunia.

 

Pasca kekhalifahan Makmun, saudaranya Mu'tasim menjadi khalifah. Ia tidak dapat menahan kebenciannya setiap kali mendengarkan kesempurnaan dan keutamaan akhlak Imam Jawad as. Akhirnya ia memanggil Imam Jawad as agar tinggal di Baghdad. Ketika hendak berangkat, beliau harus berpisah dengan anak tercintanya Ali an-Naqi dan kuburan kakeknya Rasulullah Saw. Imam Jawad as tiba di Baghdad pada 28 Muharram 220 HQ.

 

Mu'tasim mengetahui bahwa Ummul Fadhl tidak begitu suka kepada Imam Jawad as. Karena beliau lebih memperhatikan ibu Imam ali an-Naqi as. Oleh karenanya, Ummul Fadhl senantiasa mengadukan beliau kepada Mu'tasim. Bahkan hal ini telah dilakukan berkali-kali di masa hidupnya Ma'mun, tapi tidak didengarkan olehnya. Ma'mun tahu benar mengganggu Imam Jawad as tidak maslahat bagi kekhalifahannya.

 

Pada akhirnya, Mu'tasim berhasil meyakinkan Ummul Fadhl untuk membunuh Imam Jawad as. Untuk itu ia mengirimkan racun kepada Ummul Fadhl agar dicampurkan ke dalam minuman beliau.

 

Sheikh Mohammad Ali Zahid Qomshei Wafat

 

68 tahun yang lalu, tanggal 19 Tir 1332 HS, Sheikh Mohammad Ali meninggal dunia di usia 82 di kota Shahreza, Isfahan dan dimakamkan di sana.

 

Sheikh Mohammad Ali Zahid Qomshei yang lebih dikenal dengan sebutan Abul Maarif lahir pada 1250 Hs di kota Shahreza (Qomshe), Isfahan. Setelah mempelajari tingkat dasar ilmu-ilmu keagamaan di kota kelahirannya, beliau kemudian pergi ke Isfahan untuk melanjutkan pendidikannya. Di sana beliau belajar kepada guru-guru besar seperti Jahangir Khan Qashqai, Akhond Mulla Kashani dan lain-lain di bidang fiqih, filsafat dan irfan.

 

Sheikh Mohammad Ali kemudian melakukan sair dan suluk irfani dan sekitar 40 tahun beliau mengelilingi negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Kuwait, Bahrain dan Irak. Dalam perjalanannya itu, Sheikh Mohammad Ali banyak melakukan pembicaraan dengan ahli irfan demi menyempurnakan suluk irfaninya. Akhirnya beliau kembali ke kota kelahirannya.

 

Di kota tempat tinggalnya, Sheikh Mohammad Ali aktif mengajar dan mendidik murid-murid. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Muhyiddiin Mahdi Ilahi Qomshei. Beliau juga membangun sekolah agama baru di kotanya. Berkat upayanya yang tak kunjung lelah menyebarkan ajaran Islam, beliau diberi gelar Abul Maarif.

 

Bahama Merdeka

 

48 tahun yang lalu, tanggal 10 Juli 1973, kepulauan Bahama yang terletak di lautan Atlantik, di sebelah timur Amerika, meraih kemerdekaannya. Orang Eropa yang pertama kali datang ke Kepulauan Bahama adalah Christoper Columbus tahun 1492 dan sejak itu, Bahama dijadikan wilayah kekuasaan Spanyol.

 

Penduduk asli Bahama adalah suku Indian Arawak, yang sebagaimana juga terjadi di negara-negara jajahan Eropa lainnya, suku Indian itu akhirnya tersingkir dan punah. Pada tahun 1647, Bahama jatuh ke tangan Inggris dan didirikanlah pemukiman pertama orang Eropa di kepulauan tersebut.

 

Pada tahun 1964, Bahama mendapatkan status otonomi dan barulah pada tahun 1973, meraih kemerdekaan penuh. Bahama kini menjadi salah satu tempat pariwisata terkenal di dunia dan pendapatan devisa terbesar negara ini diperoleh dari sektor pariwisata.