Komponen Keamanan Berkelanjutan di Kawasan Menurut Rahbar (12)
Solusi bagi terorisme dan instabilitas tergantung pada berbagai faktor, dan faktor terpenting adalah memutus pengaruh dan intervensi asing serta memperkokoh kerja sama di antara negara kawasan.
Mencermati perilaku Amerika dan sekutunya di kawasan, khususnya setelah insiden 11 September menunjukkan bahwa intervensi dan kehadiran AS yang suka berperang di Asia Barat dengan memanfaatkan berbagai kelompok teroris telah memasuki babak baru. AS di pendekatan intervensifnya ini memperkerjakan kelompok teroris Daesh (ISIS) dan Takfiri serta sekutu regional Amerika bertanggung jawab atas sebagian masalah ini, dan secara praktis berubah menjadi mesin teror Amerika di kawasan.
Kejahatan mengerikan Daesh di Irak dan Suriah, merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi di kawasan akibat intervensi dan kerja sama sejumlah negara kawsan dengan Amerika. Amerika di Irak setelah menduduki negara ini, mengagendakan konspirasi untuk memecah-belah Irak. Di proses ini, para pemimpin Arab Saudi juga mengiringi tujuan AS dan rezim Zionis Israel di kawasan dan berubah menjadi agresor yang menyerang Yaman dan Bahrain untuk mempercepat proyek pengobaran instabilitas di kawasan.
Amerika melalui intervensi militernya di Asia Barat, selain membantai warga tak berdosa, juga meningkatkan pasar senjatanya di kawasan ini.
Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di pidatonya di depan anggota Lembaga Internasional Ahlulbait (Majma Jahani Ahlulbait) dan Asosiasi Radio dan Televisi Islam, mendefinisikan perilaku Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan dalam konteks dua isu penting: "intervensi" dan "pengaruh".
Di pidatonya, Rahbar menyebut kubu arogan sebagai musuh Islam dan negara-negara Islam, dan Amerika adalah pemimpinnya.
Rahbar menjelaskan, "Konspirasi musuh ini di kawasan mayoritasnya bertumpu pada dua pilah –pastinya ada banyak cabangnya, tapi yang terpenting dua hal ini-, pertama adalah mengobarkan perpecahan dan kedua menebar pengaruh."
Ini adalah dasar dari rencana musuh di kawasan ini: Mengobarkan perpecahan; friksi antara pemerintah dan kemudian perpecahan antara bangsa, yang lebih berbahaya dari pada friksi antar pemerintah adalah friksi antar bangsa; yakni membuat hati-hati bangsa saling mengotori dan memicu kemarahan; dengan berbagai nama; Sekali waktu dengan isu Pan-Iranism, Pan-Arabism, Pan-Turkishsm dan berbagai masalah lainnya. Sekali waktu isu Sunni dan Syiah serta Takfiri dan semisalnya. Mereka berusaha mengobarkan perpecahan dengan berbagai bentuk dan alasan. Ini adalah pekerjaan mereka dan mereka berusaha keras untuk mensukseskan hal ini.
Amerika Serikat sejak tahun 2001 dengan dalih memerangi al-Qaeda; Yakni kelompok yang diakui Trump dan Clinton sebagai kelompok teroris: Yang bentuk Amerika sendiri; memanfaatkan terorisme sebagai alat dan memilihnya dan dukungan sejumlah negara kawasan terhadap kelompok teroris ini telah memicu pembentukan Daesh dan puluhan kelompok teroris lainnya.
Rand Paul, senator AS dari kubu Republik menilai kebijakan keliru Amerika dan intervensi di luar batas di krisis Suriah sebagai faktor munculnya tempat aman dan tepat bagi teroris Asia Barat dan merembernya kekacauan ke utara Irak. Ia menyebut salah satu alasan semakin kuatnya Daesh adalah pengiriman senjata Amerika bagi sekutu kekompok ini di Suriah. "Daesh di Suriah adalah sekutu kami. Kami mengirim senjata kepada para milisi untuk mengusir pasukan loyalis kepada pemerintah Damaskus, dan kami juga menciptakan tempat yang aman bagi kelompok ini di Suriah. Menurut Saya, intervensi kita di Suriah berujung pada kondisi Irak saat ini," papar Paul.
Dalam pengungkapan Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS, terhadap lembaga intelijen negara ini, dan terkait peran Amerika dalam mendukung Daesh serta kelompok teroris lainnya disebutkan, "Dinas intelijen AS, Inggris dan rezim Zionis Israel memiliki peran dalam pembentukan Daesh dan membentuk Daesh di operasi Sarang Lebah."
Ketika Amerika menyaksikan kebijakan terorisnya di kawasan gagal, atas instruksi langsung Trump dan di sebuah kejahatan nyata, meneror dan menggugurkan Letjen Qasem Soleimani, mantan komandan Pasukan Quds IRGC yang menjadi simbol perlawanan anti-teroris dan perdamaian di kawasan.
Pada 3 Januari 2020, militer Amerika di sebuah saksi teror, menyerang Syahid Soleimani dengan drone di dekat bandara udara Baghdad.
Syahid Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis serta teman seperjuangannya memainkan peran signifikan di perang melawan musuh dan terorisme serta menghancurkan Daesh dan menggagalkan rencana AS untuk memecah belah dan Zionisme di kawasan. Langkah terorisme ini mengindikasikan kekhawatiran besar AS atas pertumbuhan arus muqawama di kawasan dan musnahnya Daesh di kawasan.
Joe Lombardo, anggota koalisi anti-perang dan aktivis perdamaian AS mengatakan, selama beberapa dekade lalu, Amerika Serikat mendukung berbagai kelompok teroris. Pertama mendukung Osama bin Laden di Afghanistan dan kemudian menciptakan berbagai kelompok teroris untuk mengobarkan krisis di kawasan dan memajukan tujuan geopolitik Amerika.
Noam Chomsky, filsuf dan ahli teori Amerika di artikelnya seraya bersandar pada operasi mematikan Dinas Intelijen AS (CIA) di negara-negara asing menyebut AS sebagai pemerintah pemimpin terorisme di dunia.
Chomsky di artikelnya menyinggung pengobaran perang dan intervensi AS di Suriah dan Irak serta dukungan terhadap Daesh dan menulis, Daesh seperti kelompok teroris lainnya terbentuk dan berkuasa melalui agresi militer Amerika di kawasan.
Survei lapangan menunjukkan bahwa Amerika Serikat di lebih dari 100 perang modern di beberapa dekade terakhir tercatat sebagai pihak yang terlibat perang atau memainkan peran utama di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa perang di kawasan sangat dipengaruhi tujuan politik Amerika Serikat.