Jun 28, 2023 12:49 Asia/Jakarta
  • Aksi teror ilmuwan oleh Mossad
    Aksi teror ilmuwan oleh Mossad

Untuk mencegah kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan aktivitas nuklir damai di negara-negara Islam dan wilayah Arab, rezim Zionis terpaksa membunuh para ilmuwan di wilayah ini.

Agen spionase rezim Zionis tidak memiliki keraguan dalam membunuh ilmuwan Iran, Mesir, Irak, Lebanon, Suriah dan Palestina, dan dengan dukungan dari Amerika Serikat, mereka mengejar pembunuhan profesor dan ilmuwan nuklir. Selama era Saddam Hussein, mantan Presiden Irak, para ilmuwan negara itu berusaha untuk menciptakan dan memperluas teknologi nuklir di Irak.

Namun dengan pendudukan negara ini oleh AS, sebuah landasan yang baik bagi rezim Zionis untuk mendapatkan keuntungan dari negara yang dilanda perang ini dimulai. Dalam situasi seperti itu, Amerika dan negara-negara Barat berusaha merekrut profesor dan ilmuwan nuklir universitas Irak, tetapi ketika mereka menghadapi perlawanan dari ilmuwan nuklir dan profesor universitas Irak, mereka terpaksa membunuhnya.

Aksi teror para ilmuwan Irak oleh Mossad

Setelah kegagalan rencana Amerika dan Barat mengenai Irak, strategi pembunuhan ilmuwan nuklir Irak dimasukkan ke dalam agenda. Dalam situasi seperti itu, para ilmuwan Irak memiliki dua pilihan, apakah mereka harus memilih untuk bekerja di Palestina Pendudukan dan Amerika Serikat atau mereka harus memilih kematian.

Dalam sebuah laporan yang disiapkan oleh Departemen Luar Negeri AS selama masa kepresidenan George Bush Jr., disebutkan, Lebih dari 350 ilmuwan nuklir Irak dan lebih dari 200 profesor universitas di semua bidang menjadi sasaran Mossad dan dibunuh. Mossad dan kelompok komando rezim Zionis telah melakukan operasi ini di Irak selama lebih dari setahun dengan persetujuan pemerintah AS. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa lebih dari seribu ilmuwan Irak masuk dalam daftar hitam teror rezim Zionis, dan beberapa ledakan dan ketidakamanan di Irak dilakukan dengan tujuan menghancurkan para ilmuwan tersebut.

Sebelumnya, pada 7 Juni 1981, rezim Zionis telah membom fasilitas nuklir Irak yang dikenal sebagai Osirak dengan 8 pesawat tempur F-16.

Negara lain di kawasan Arab di Asia Barat, yang para ilmuwannya telah menghadapi ancaman dan serangan teroris dari Barat selama bertahun-tahun, adalah Suriah. Tentu saja, serangan ini diikuti sesekali pada awal krisis politik di Suriah, tetapi dengan meluasnya ketidakamanan di negara ini, operasi yang ditargetkan terhadap ilmuwan dan elit ilmiah Suriah dibentuk.

Sebagai contoh, rezim Zionis mengklaim bahwa tujuan kegiatan nuklir Suriah adalah militer, pada tahun 2007 fasilitas penelitian di gurun Deir Ezzor menjadi sasaran serangan udara dan pusat-pusat yang baru didirikan di negara ini diratakan dengan tanah. Selama periode itu, Zionis tidak menghentikan kejahatan ini dan pada tahun 2008, mereka membunuh Brigadir Jenderal Mohammad Suleiman, yang bertanggung jawab atas proyek nuklir Suriah di Deir Ezzor.

Pada 2013, surat kabar Lebanon Al-Safir menulis dalam sebuah artikel yang mengkritik serangan teroris Mossad terhadap ilmuwan dan peneliti Suriah, Banyak dari orang-orang ini termasuk profesor dan ilmuwan fisika dan energi nuklir paling terkenal di Suriah Aus Abdul Karim Khalil dan Nael Al Dakhil dari departemen teknik kimia dan insinyur Nabil Ibrahim Zoghib sebagai dalang program misil Suriah menjadi sasaran serangan teroris tersebut.

Dengan mengulangi skenario Irak di Suriah, Amerika dan rezim Zionis berpikir untuk menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad. Tujuan Amerika Serikat dan rezim Zionis untuk mengimplementasikan rencana yang ditargetkan ini tidak disembunyikan dari siapa pun. Bahkan, mereka ingin membuat pemerintah Suriah bertanggung jawab atas perang, ketidakamanan, dan teror di Suriah dilakukan dengan menerapkan rencana ini.

Aziz Esbar, direktur pusat penelitian ilmiah Masyaf Suriah, harus dianggap sebagai salah satu ilmuwan paling andal di industri nuklir Suriah. Pada 12 Juli 2018, ketika mobil yang membawanya dibom dan meledak dalam perjalanan ke kota Hama di kawasan Dwar Rabo.

Ronin Pragman, seorang jurnalis Israel mengatakan tentang pembunuhan ilmuwan Suriah Aziz Asbar, Insiden ini adalah pekerjaan badan intelijen Israel, Mossad. Nama Asbar telah dikenal rezim Israel selama bertahun-tahun dan selamat dari beberapa operasi. Operasi ini menunjukkan bahwa bukan hanya fasilitas nuklir, tetapi juga para ilmuwan nuklir menjadi sasaran operasi pembunuhan rezim Israel.

Mossad menarget ilmuwan Suriah

Mengidentifikasi dan menargetkan elit ilmiah Palestina adalah salah satu cara yang digunakan Zionis untuk menyerang Palestina. Profesor Jamal al-Zabda, seorang profesor teknik dan ilmu mesin Palestina adalah salah satu ilmuwan yang menjadi target serangan berat jet-jet tempur rezim Zionis pada hari kedua Operasi Pedang Suci. Dalam serangan ini, Dr. Al-Zabda dan rekan-rekannya, termasuk putranya, serta sejumlah komandan Brigade Gaza di Brigade al-Qassam, termasuk Basem Issa, menjadi syahid. Media rezim Zionis menggambarkan pembunuhannya sebagai "perburuan yang berharga".

Setelah Dr. Jamal al-Zabda, perancang rudal jarak jauh dan canggih perlawanan, Mahmoud Faris, elit ilmiah Palestina kedua dan spesialis dalam konstruksi dan pengembangan drone di Brigade Ezzeddin al-Qassam, menjadi sasaran agen intelijen Mossad dan gugur syahid. Mahmoud Faris, yang telah melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk menimba ilmu dan memberdayakan industri militer Palestina, telah berbagi pengalamannya dengan para elit ilmiah Gaza dan kelompok perlawanan sebelum dia gugur syahid. Profesor Palestina ini memainkan peran sentral dalam produksi model baru pesawat tak berawak dan melatih para insinyur Palestina di bidang ini. Setelah menguji drone di Gaza, Mahmoud Fars dibunuh oleh penjajah Zionis selama serangan udara Israel dalam perang Gaza pada tahun 2021 dan menjadi syahid.

Bila perlu, badan intelijen Amerika dan Barat memberikan fasilitas spionase, intelijen, dan logistik mereka kepada agen teroris Mossad, dan jenis pembunuhan terorganisir ini dilakukan oleh agen rezim Israel dalam koordinasi penuh dengan badan intelijen Amerika. Selama beberapa dekade terakhir, Mossad telah melakukan kegiatan terkonsentrasi terkait identifikasi dan pemusnahan ilmuwan dari negara-negara Islam.

Rezim zionis berusaha menghalangi kemajuan negara-negara Islam di bidang pertahanan dan teknologi nuklir, tetapi tidak satu pun dari tindakan ini yang ditanggapi dengan reaksi serius dan tegas oleh lembaga internasional dan hak asasi manusia. Otoritas rezim Israel telah mengadopsi kebijakan ambiguitas nuklir dan karenanya tidak mengakui memiliki senjata nonkonvensional dan senjata nuklir. Terlepas dari tekanan internasional, rezim palsu ini belum menandatangani Perjanjian NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir) hingga hari ini, dan menyatakan bahwa hal itu bertentangan dengan kepentingan keamanan nasionalnya.(sl)

Tags