Berbagai Dampak Krisis Politik Afghanistan
Seperti yang telah diprediksikan, perselisihan antara Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan dan Abdullah Abdullah, Ketua Dewan Eksekutif Pemerintah Persatuan Nasional Afghanistan, soal mekanisme pelaksanaan kesepakatan politik, akhirnya terbuka. Masalah ini melahirkan banyak kehawatiran soal dampak dari perselisihan tersebut bagi iklim politik dan keamanan Afghanistan.
Sejak pembentukan pemerintah persatuan nasional Afghanistan dua tahun lalu, Abdullah Abdullah telah menandatangani kesepakatan pembagian kekuasaan secara seimbang. Akan tetapi Muhammad Ashraf Ghani tidak memiliki pandangan yang sama, karena menurutnya, Abdullah Abdullah harus berada di bawah presiden. Dengan persepektif seperti ini, sejak awal telah diprediksi bahwa cepat atau lambat perselihan keduanya akan terkuak secara terang-terangan.
Perselisihan antara Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah semakin frontal setelah tersebar isu bahwa presiden akan menggeser Atha Muhammad Nur dari provinsi Balkh. Mengingat posisi Muhammad Nur di antara para mujahidin, maka langkah Ashraf Ghani ini akan menjadi pukulan hebat bagi Abdullah Abdullah.
Berdasarkan kesepakatan politik yang dimediasi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry pasca pemilu presiden dua tahun lalu dan kebuntuan politik pasca pengumuman hasil pemilu, akhirnya Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah setuju untuk menandatangani kesepakatan pembagian kekuasaan secara merata.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, menurut rencana, setelah dua tahun pembentukan pemerintahan persatuan nasional, Loya Jirga akan terbentuk bersamaan dengan amandemen UUD, perubahan sistem pemerintahan Afghanistan dari presidensial menjadi parlementer, serta federalisasi Afghanistan. Akan tetapi Ashraf Ghani dan kubu Pashtun menghalangi pelaksanaan kesepakatan tersebut. Sementara itu, Abdullah Abdullah menekankan reformasi sistem pemilu dan administrasi serta pembagian kekuatan di wilayah-wilayah adat.
Namun di sisi lain, Ashraf Ghani yang mendapat dukungan dari etnis Pashtun menolak tuntutan Abdullah Abdullah dan enggan melaksanakan kesepakatan politik yang telah ditandatanganinya. Menurut para pengamat politik, terdapat sejumlah opsi solusi untuk menyelesaikan krisis politik di Afghanistan.
Opsi solusi pertama adalah Ashraf Ghani menuruti permintaan Abdullah Abdullah dan melaksanakan kesepakatan kedua pihak. Sementara opsi solusi kedua adalah dia menyetujui pelaksanaan pemilu presiden dipercepat, di mana opsi ini sangat kecil kemungkinannya akan disetujui Ashraf Ghani. Opsi solusi ketiga adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali turun tangan untuk menyelesaikan friksi politik Afghanistan. Namun solusi ketiga hanya diberlakukan bila skenario opsi pertama dan kedua tidak berhasil.
Faktanya adalah bahwa kelompok mujahidin Afghanistan mengkhwatirkan pelemahan kekuatan Abdullah Abdullah oleh kubu Ashraf Ghani, yang akan mengancam eksistensi mereka dalam masyarakat negara ini. Mujahidin Afghanistan menilai Amerika Serikat sebagai biang munculnya iklim politik Afghanistan saat ini. Ashraf Ghani sama seperti para pemimpin dan pejabat politik Afghanistan sebelumnya, memiliki fanatisme Pashtun dan tidak membiarkan etnis lain berkuasa di Afghanistan. Oleh karena itu, telah terbayangkan betapa sulitnya mencari solusi untuk krisis politik Afghanistan.
Tidak diragukan lagi bahwa pemenang iklim politik Afghanistan saat ini adalah Taliban dan kelompok-kelompok teroris. Karena jika Abdullah Abdullah dan Ashraf Ghani tidak dapat mencapai kesepakatan baru, maka mereka berdua juga akan menjadi pecundang di mata masyarakat.
Krisis politik ini melanda di saat Taliban dikabarkan sedang merencanakan relokasi dewan Quetta dan markas komandonya dari Pakistan ke provinsi Helmand, Afghanistan. Oleh karena itu, Taliban saat ini sedang mengerahkan seluruh upayanya menduduki provinsi Helmand. Perlu ditekankan pula bahwa 90 persen narkotika Afghanistan diproduksi di wilayah Helmand dan jika Taliban berhasil menguasainya, maka kelompok ini akan memiliki sumber pendapatan yang dapat diandalkan.
Meski demikian, saat ini Afghanistan sedang bergerak menuju demokratisasi walaupun prosesnya terseok. Demokratisasi dan strukturisasi kekuasan Afghanistan sedang mengacu ke arah parlemen. Akan tetapi etnis Pashtun berusaha mendominasi kekuasaan dan enggan menyerahkan kekuasaan kepada etnis non-Pashtun.
Disebutkan pula bahwa beberapa waktu lalu, kubu Islam Hekmatyar juga memulai perundingan untuk bekerjasama dengan pemerintah persatuan nasional Afghanistan dan menyatakan dukungannya terhadap Abdullah Abdullah. Sebelumnya, kelompok dari etnis Tajik juga telah menyatakan dukungan mereka terhadap Abdullah Abdullah. Sebagian kelompok Mujahidin Pastun juga mendukung Ashraf Ghani dan masalah ini semakin memperumit iklim politik Afghanistan.
Mengingat pemilu dewan nasional dan dewan provinsi Afghanistan belum dimulai, maka belum terbuka kemungkinan pembentukan Loya Jirga untuk amandemen konstitusi dan perubahan sistem pemerintahan. Oleh karena itu krisis politik di Afghanistan harus diselesaikan secara etnosentris dan dengan campur tangan para tokoh, berdasarkan kepentingan dan kemaslahatan nasional. Ini adalah masalah penting dan esensial yang akan mempengaruhi transformasi Afghanistan, karena Ashraf Ghani tidak mungkin akan merelakan dominasi kekuasaannya. Pada praktiknya, Ashraf Ghani menolak reformasi sistem pemilu, amandemen konstitusi dan perubahan sistem pemerintahan.
Sejumlah pihak di Afghanistan meyakini Amerika Serikat harus menekan Ashraf Ghani untuk mengiringi proses politik yang berkembang. Sementara Washington dalam hal ini menunjukkan dukungannya terhadap sikap Ashraf Ghani dengan bungkam di hadapan sikap presiden Afghanistan melawan arus politik dan bahkan kesepakatan yang ditandatanganinya sendiri.
Di lain pihak, Taliban memanfaatkan iklim politik saat ini dengan mengintensifkan serangannya ke seluruh wilayah Afghanistan. Data dari PBB menunjukkan eskalasi serangan dan pembunuhan warga sipil Afghanistan oleh kelompok Taliban. Mengingat pemerintah Afghanistan hingga kini belum mencapai titik temu dalam perundingan dengan Taliban, para pengamat politik menilainya sebagai kelemahan kinerja pemerintah persatuan nasional Afghanistan. Dan meski kelompok Hizb Islami Hekmatyar sedang bergabung dengan pemerintah, akan tetapi hingga kini Taliban tetap enggan berdialog dengan pemerintah Kabul.
Di dalam tubuh pemerintah Afghanistan sendiri juga terjadi perselisihan pendapat soal perundingan damai dengan Taliban. Selain itu, pemilu parlemen Afghanistan juga telah tertunda selama satu setengah tahun dan pemerintah persatuan nasional Afghanistan hingga kini gagal merevisi sistem pemilu.
Rakyat Afghanistan, berharap Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah menyadari tantangan besar yang sedang dihadapi negara dan segera bertindak untuk mengakhiri instabilitas dan berbagai masalah yang diderita masyarakat. Berlanjutnya krisis bukan hanya merugikan kedua pihak bahkan akan merusak citra mereka dalam opini publik Afghanistan.
Rakyat Afghanistan juga berharap Ashraf Ghani untuk melaksanakan kesepakatan yang telah ditandatangani dengan Abdullah Abdullah. Melalui pelaksanaan kesepakatan tersebut, rakyat Afghanistan berharap krisis yang terjadi dapat diselesaikan dengan mekanisme dalam negeri dan tanpa campur tangan pihak asing.