May 21, 2022 10:43 Asia/Jakarta

Majid Takht-e-Ravanchi, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB menjelaskan bahwa seluruh dunia telah terkena dampak kekurangan pangan. Menurutnya, Republik Islam Iran mendukung upaya PBB untuk mengatasi masalah kerawanan pangan.

Majid Takht-e-Ravanchi, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB, pada pertemuan tingkat tinggi Dewan Keamanan tentang ketahanan pangan dan permusuhan pada hari Kamis (19/05/2022) waktu setempat mengatakan, "Kerawanan pangan, perubahan iklim, pandemi COVID-19, dan dampak negatif dari berbagai konflik internasional telah mempengaruhi banyak negara, termasuk Iran, yang telah menderita sanksi AS selama lebih dari empat dekade."

Majid Takht-e-Ravanchi, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB

Isyarat Duta Besar Iran untuk PBB pada krisis pangan global karena situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dapat dipahami dengan mencermati kekurangan produk makanan strategis seperti gandum, jagung dan biji-bijian penghasil minyak karena perang Ukraina dan dampak negatifnya pada produksi dan ekspor produk-produk ini di dua produsen utama negara pemasok pangan ini, yaitu Rusia dan Ukraina.

Bersama-sama, kedua negara memproduksi dan mengekspor sekitar 30 persen gandum dunia dan sekitar 80 persen biji-bijian penghasil minyak, di mana banyak di antaranya ditujukan ke Afrika dan Asia Barat.

Rusia adalah salah satu pengekspor pupuk kimia terbesar di dunia, dan sanksi Barat yang meluas terhadap Rusia telah menghentikan sebagian besar ekspor produk vital ini ke sektor pertanian dunia.

Menyinggung kenaikan harga bahan pangan global, Qu Dongyu, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengatakan, "Rusia dan Ukraina adalah pemain penting di pasar biji-bijian penghasil minyak dunia, dan perang antara kedua negara telah menjadi faktor penting dalam pertumbuhan harga pangan dunia, terutama gandum, jagung dan biji-bijian penghasil minyak. Peningkatan ini terjadi sementara permintaan produk tersebut dan biaya produksinya juga meningkat pasca penurunan wabah Corona."

Tentu saja, faktor jangka panjang seperti perubahan iklim yang telah mengubah pola curah hujan dan kekeringan jangka panjang di berbagai belahan dunia telah berkontribusi terhadap krisis ini.

Pada saat yang sama, pandemi virus Corona berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi banyak negara dan, akibatnya, mempengaruhi sektor produksi mereka, termasuk kegiatan pertanian.

Namun, ketika pandemi Corona relatif berakhir, kondisi itu telah mendorong permintaan pangan global.

Majid Takht-e-Ravanchi, Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB menjelaskan bahwa seluruh dunia telah terkena dampak kekurangan pangan. Menurutnya, Republik Islam Iran mendukung upaya PBB untuk mengatasi masalah kerawanan pangan.

"Jumlah orang yang menderita kerawanan pangan meningkat dua kali lipat hanya dalam dua tahun, dari 135 juta sebelum pandemi menjadi 276 juta. Lebih dari setengah juta orang hidup dalam kelaparan, yang menunjukkan peningkatan lebih dari 500 persen sejak 2016," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam pertemuan tentang "krisis pangan yang terus meningkat".

Semua itu, seiring dengan munculnya dan berlanjutnya konflik regional di dunia, khususnya di kawasan Asia Barat, tempat Iran juga berada, menyebabkan isu kerawanan pangan di kawasan sensitif ini menjadi sangat mengemuka.

Dalam hal ini, Wakil Tetap Iran untuk PBB mengatakan, di Afghanistan, 22 juta orang menderita kerawanan pangan dan sangat membutuhkan bantuan.

Juga pada awal 2022, kerawanan pangan akut di Yaman diperburuk oleh peningkatan 8% dalam jumlah orang yang berada dalam krisis dibandingkan dengan awal 2021.

Situasi kemanusiaan di Palestina juga semakin memburuk akibat pendudukan puluhan tahun dan kebijakan apartheid rezim Zionis Israel.

Dalam kasus Suriah, berlanjutnya pendudukan, terorisme, dan sanksi sepihak telah membuat jutaan orang mengungsi, menghancurkan mata pencaharian masyarakat, mengganggu perdagangan, pangan, dan pertanian serta merusak infrastruktur, dan membatasi akses ke sumber daya vital.

Isu krisis pangan di dunia telah mendapat reaksi dan perhatian khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan otoritas organisasi internasional ini, termasuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia ( FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan tentang hal ini.

David Beasley, Direktur Eksekutif Program Pangan PBB

"Kami sekarang melihat kenaikan harga bahan bakar. Begitu juga kenaikan harga makanan, dan kenaikan harga transportasi. Hal ini menyebabkan kekacauan sekarang, terutama bagi orang-orang miskin di dunia. Namun masalah ini tidak hanya akan mempengaruhi orang miskin," kata David Beasley, Direktur Eksekutif Program Pangan PBB.

Dirjen FAO menjelaskan situasi ketahanan pangan global setelah perang Ukraina, dan memperkirakan bahwa harga pangan dunia akan naik dalam beberapa bulan mendatang.(sl)

Tags