Dinamika Asia Tenggara, 17 Agustus 2019
-
Pertemuan delegasi DPR RI dengan Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, Mojtaba Zanouri.
Dinamika Asia Tenggara pekan ini menelisik sejumlah isu di antaranya: DPR RI mendorong peningkatan hubungan Jakarta-Tehran, tiga menteri Malaysia mendesak Mahathir mengusir Zakir Naik.
Perkembangan lain dari Asia Tenggara adalah Myanmar dan Bangladesh akan memulai pemulangan Muslim Rohingya, dan terakhir serangan teror kembali terjadi di Filipina Selatan.
DPR RI Dorong Peningkatan Hubungan Jakarta-Tehran
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Abdul Kharis Almasyhari memimpin sebuah delegasi untuk melakukan kunjungan kerja ke Republik Islam Iran.
Di hari pertama kunjungan, Almasyhari bertemu dengan Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, Mojtaba Zanouri di gedung parlemen di Tehran, Selasa (13/8/2019).
Dalam pertemuan itu, dia menyinggung nilai perdagangan Indonesia dan Iran pada tahun 2018 yang mencapai 1 miliar dolar, di mana Iran mengimpor minyak kelapa sawit, kertas, suku cadang mobil, buah-buahan, kopi, cokelat, karet, sepatu, tekstil dan perangkat elektronik dari Indonesia.
Sementara Zanouri mengawali pembicaraannya dengan menyinggung kemajuan Iran di berbagai bidang, termasuk pertahanan dan pembangunan.
Dia mengatakan, dengan memperhatikan persamaan agama dan budaya antara Iran dan Indonesia maka kedua negara lebih bisa meningkatkan hubungan yang lebih akrab tanpa perlu takut terhadap sanksi Amerika Serikat.
Zanouri menambahkan, begitu juga dengan negara-negara Muslim lainnya, sudah seharusnya mereka tidak mengikuti kebijakan dan dikte AS. "Kita mampu melawan AS jika negara-negara Muslim bersatu," pungkasnya.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak mendukung peningkatan hubungan dan kerja sama kedua negara di bidang ekonomi, perdagangan, budaya dan industri pertahanan. Mereka juga sepakat untuk mencari cara-cara agar bisa menangkal dampak sanksi AS terhadap hubungan bisnis Indonesia dan Iran.
Pertemuan Almasyhari dan Zanouri dihadiri pula oleh para wakil ketua Komisi I DPR RI antara lain: Satya Widya Yudha, Asril Hamzah Tanjung, dan Hanafi Rais. Duta Besar RI untuk Iran merangkap Republik Turkmenistan, Octavino Alimudin dan Atase Pertahanan RI Kolonel Marinir Harwin Dicky Wijanarko juga menghadiri pertemuan tersebut.
Tiga Menteri Malaysia Desak Mahathir Usir Zakir Naik
Tiga menteri Malaysia mendesak Perdana Menteri Mahathir Mohamad untuk segera mengusir Zakir Naik setelah pemuka agama kontroversial asal India itu melontarkan komentar bernada rasial.
Ketiga menteri tersebut menyampaikan desakan mereka dalam rapat kabinet pada Rabu (14/8/2019). Mereka adalah Menteri Komunikasi dan Multimedia, Gobind Singh Deo; Menteri Ketenagakerjaan, M Kulasegaran; serta Xavier Jayakumar selaku Menteri Sumber Daya Alam, Tanah, dan Air.
"Kami sudah menyampaikan sikap kami, yaitu kami harus bertindak dan Zakir Naik seharusnya tak lagi diizinkan tinggal di Malaysia," ujar Gobind melalui pernyataan yang dikutip CNN Indonesia dari Reuters.
Pernyataan itu berlanjut, "Perdana menteri sudah mencatat kekhawatiran kami. Kami menyerahkan kepadanya untuk mempertimbangkan sikap dan memutuskan secepatnya apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini."
Kisruh ini bermula ketika Zakir mengkritik umat Hindu di negara-negara Asia karena memiliki "hak seratus kali lipat" ketimbang minoritas Muslim di India. Zakir lantas menyebut warga Hindu di Malaysia juga lebih percaya pada pemerintahan India ketimbang jajaran kabinet Mahathir.
Masalah ras dan agama sendiri merupakan isu sensitif di Malaysia, di mana Muslim menjadi mayoritas dengan porsi 60 persen dari total 32 juta warga.
Kulasegaran menganggap Zakir melontarkan komentar ini untuk menciptakan celah di tengah negara multi-ras seperti Malaysia untuk meraup dukungan Muslim. Ia dan Xavier pun merilis pernyataan serupa dengan Gobind, berisi desakan agar Mahathir segera mengusir Zakir yang sudah tiga tahun memegang status penduduk tetap di Malaysia.
Myanmar dan Bangladesh Memulai Pemulangan Muslim Rohingya
Myanmar dan Bangladesh akan memulai upaya baru pekan depan untuk memulangkan ribuan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (15/8/2019), lebih dari 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke negara tetangga, Bangladesh setelah tindakan keras yang dilakukan oleh militer Myanmar sejak Agustus 2017.
PBB mengatakan bahwa kekerasan itu dilakukan dengan motif genosida, dan para pengungsi menolak untuk kembali, karena takut akan terjadi kekerasan baru.
Para pejabat dari kedua negara kepada Reuters mengatakan bahwa sebanyak 3.540 pengungsi telah masuk daftar untuk dikembalikan oleh Myanmar dari 22.000 nama yang baru-baru ini dikirim oleh Bangladesh.
“Kami telah menyetujui pemulangan 3.540 orang pada 22 Agustus," kata Myint Thu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Myanmar.
Upaya sebelumnya untuk membujuk Muslim Rohingya untuk kembali ke Rakhine telah gagal, karena ditentang oleh para pengungsi. Seorang pejabat senior Bangladesh mengatakan, upaya baru itu adalah rencana pemulangan "skala kecil" dan tidak ada yang akan dipaksa untuk kembali.
Namun, Mohammed Eleyas, seorang aktivis Muslim Rohingya, mengatakan para pengungsi belum diajak berbicara tentang proses tersebut. “Myanmar harus menyetujui tuntutan utama masyarakat sebelum repatriasi dimulai,” tambahnya.
Tiga Tewas dalam Serangan Teror di Selatan Filipina
Serangan teror di Filipina Selatan dilaporkan menewaskan tiga orang. Seperti dilansir IRNA, Selasa (13/8/2019), kelompok Abu Sayyaf yang berafiliasi dengan kelompok teroris Daesh di Filipina Selatan, dalam sebuah aksinya di kota Talipao, negara bagian Sulu, membunuh tiga orang dan melukai sejumlah lainnya.
Abu Sayyaf adalah salah satu kelompok teroris di Filipina Selatan yang menebarkan teror selama lima dekade terakhir dan dalam beberapa tahun terakhir juga menyatakan bergabung dengan Daesh. Abu Sayyaf dikenal karena melakukan serangan acak seperti penculikan, pemboman, dan pemenggalan.
Kelompok Abu Sayyaf sejauh ini mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan teror di Filipina. (RM)