Konferensi Peninjauan NPT ke-10, Israel Ogah Jadi Anggota NPT
(last modified Fri, 26 Aug 2022 12:54:07 GMT )
Aug 26, 2022 19:54 Asia/Jakarta
  • Senjata Nuklir.
    Senjata Nuklir.

Konferensi Peninjauan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT Revcon) ke-10 dimulai pada tanggal 1 Agustus 2022 dan berakhir pada hari Jumat, 26 Agustus 2022.

Negara-negara pemilik senjata nuklir dan negara-negara non-nuklir sama-sama aktif dalam konferensi yang diadakan setiap lima tahun sejak 1970 ini. Dua tahun lalu, konferensi ini tidak diselenggarakan karena pandemi Covid-19.

Konferensi Peninjauan Traktat Nonproliferasi Nuklir telah masuk ke periode ke-10. Tiga poros utama konferensi ini adalah perlucutan senjata nuklir, non-proliferasi nuklir dan penggunaan energi nuklir runtuk tujuan damai.  

Duta Besar dan Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Majid Takht Ravanchi dalam konferensi tersebut menyinggng kepemilikan ratusan hulu ledak nuklir rezim Zionis Israel dan dukungan sejumlah negara Barat kepada rezim ilegal ini.

Dia menegaskan perlunya Timur Tengah yang kosong dari senjata nuklir dan pengambilan posisi tegas dari negara-negara yang menghadiri Konferensi Peninjauan Traktat Nonproliferasi Nuklir ke-10 terhadap rezim Zionis berdasarkan persetujuan konferensi sebelumnya.

"Pembahasan Timur Tengah yang kosong dari senjata nuklir adalah salah satu tema penting yang menjadi perhatian Republik Islam Iran," kata Takht Ravanchi ketika menyinggung kehadiran aktif Republik Islam Iran dalam Konferensi Peninjauan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT) yang telah dimulai sejak 1 Agustus 2022 di PBB.

Dia menegaskan, tema tentang Timur Tengah sebagai kawasan yang bebas senjata nuklir merupakan salah satu tema penting yang menjadi perhatian semua negara di kawasan ini, sebab, rezim Zionis, sebagai satu-satunya rezim yang memiliki ratusan hulu ledak nuklir, tidak bersedia untuk bergabung dengan NPT, bahkan kegiatan fasilitas nuklirnya tidak berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Reaktor Nuklir Dimona

Alih-alih bergabung dengan NPT, rezim Zionis justru terus mengembangkan senjata nuklirnya tanpa pengawasan IAEA. Sejumlah negara juga bekerja sama dengan Israel. Mereka juga membela rezim Zionis ini selama penyelenggaraan Konfereni Peninjauan NPT dan di luar konferensi ini.

Arsenal dan gudang senjata nuklir rezim Zionis telah menjadi salah satu perhatian utama negara-negara kawasan Asia Barat selama beberapa dekade, dan banyak negara di kawasan ini ingin penghapusan senjata tersebut.

Israel, yang sejak awal memiliki salah satu kegiatan nuklir paling terkonsentrasi dan intensif, serta sekaligus paling rahasia di dunia, tidak bersedia untuk menjadi anggota NPT dengan cara apa pun. Untuk itu, negara-negara di kawasan dan dunia mencurigai aktivitas nuklir Israel.

Selama lebih dari 60 tahun, rezim Zionis, dengan dukungan beberapa negara Barat, terutama Prancis dan Amerika Serikat (AS), telah memajukan program berbahaya dan rahasia produksi senjata nuklir, dengan menghindari pengawasan masyarakat internasional. Menurut perkiraan, arsenal rezim Zionis menyimpan 80-200 hulu ledak nuklir.

Perjanjian NPT dibuat dengan tujuan untuk mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan senjata nuklir, yang penggunaannya meninggalkan efek yang tidak dapat diperbaiki pada manusia dan lingkungan. Namun rezim Zionis mengabaikan hal tersebut dan terus mengembangkan senjata pemusnah massal ini.

Masalah tersebut telah berkali-kali diangkat dalam konferensi-konferensi terkait dengan revisi Traktat Non-Proliferasi Nuklir oleh berbagai negara, namun Israel mengabaikan tuntutan tersebut. Rezim Zionis dengan dukungan Barat, terutama AS melanjutkan pengembanan senjata nuklirnya secara rahasia.

AS, sebagai sekutu strategis Israel, tidak hanya menjadi salah satu pemasok utama bahan dan peralatan nuklir untuk rezim Zionis, tetapi juga telah mencegah tekanan apa pun terhadap rezim penjajah ini untuk bergabung dengan NPT. (RA)