Konsensus Global di Dewan HAM Menentang Arab Saudi
Hak asasi manusia menjadi titik kelemahan utama Arab Saudi yang merongrong kekuatan Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Arab Saudi.
Arab Saudi adalah "istana diktator". Ini ungkapan yang disampaikan sebelumnya oleh televisi Alarabia tentang hak asasi manusia dari pemerintah Arab Saudi. Pernyataan Dewan Hak Asasi Manusia PBB tentang pelanggaran hak asasi manusia di Arab Saudi bahkan melampaui ungkapan "istana kediktatoran." Pernyataan ini penting dari sejumlah dimensi.
Pertama, untuk pertama kalinya 36 negara dalam kerangka Dewan HAM PBB mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia melawan Kerajaan Arab Saudi, dimana 28 negara anggota Uni Eropa adalah di antara para pendukung pernyataan itu. Dalam hal ini, televisi Aljazeera Qatar dalam sebuah laporan menyebut langkah Dewan HAM PBB sebagai tindakan "belum pernah terjadi sebelumnya" terhadap Riyadh sejak didirikan pada tahun 2006. Human Rights Watch juga menggambarkannya sebagai "gerakan kolektif yang signifikan" yang telah berhasil dan secara konsisten mengkritik satu negara anggota PBB.
Kedua, pernyataan itu entah bagaimana justru membuktikan keterisolasian Amerika Serikat dalam sistem global. Karena 36 negara, termasuk 28 negara Eropa, benar-benar mendukung pernyataan ini terhadap Arab Saudi, sementara Amerika Serikat menentangnya.
Ketiga, pernyataan itu signifikan secara kandungan. Karena telah mengidentifikasi pelbagai pelanggaran HAM di Arab Saudi. Penangkapan yang meluas terhadap para oposan, pembunuhan Jamal Khashoggi, pengabaian hak-hak perempuan dan pelecehan mereka, penyiksaan para oposan dan pelanggaran serius terhadap kebebasan berekspresi adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia paling serius di Arab Saudi, yang disebutkan dalam pernyataan ini. Meskipun demikian, masalah-masalah seperti diskriminasi agama, pelanggaran hak-hak minoritas dan kejahatan transnasional terhadap negara-negara lain, khususnya terhadap Yaman, tidak disebutkan dalam pernyataan itu.
Keempat, pernyataan itu menunjukkan bahwa tekanan global terhadap Arab Saudi, dan khususnya Putra Mahkota Mohammed bin Salman, belum berkurang dan terus berlanjut. Dalam hal ini, bahkan dalam pernyataan tersebut, disebutkan kekhawatiran soal penyalahgunaan hukum anti-terorisme oleh Riyadh. Selain itu, sementara pemerintah AS telah menentang pernyataan ini yang dikeluarkan Dewan Hak Asasi Manusia, namun dalam struktur kekuasaan Amerika Serikat terkait Arab Saudi ada kesenjangan yang jelas dan kontroversi. Sementara Trump dan lingkaran di sekelilingnya terus mendukung Arab Saudi, banyak anggota Demokrat dan Republik menekankan hukuman terhadap Saudi untuk kejahatan hak asasi manusia.
Kelima, duta besar Arab Saudi untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut pernyataan itu sebagai bagian dari intervensi urusan dalam negeri negara itu, tetapi faktanya pernyataan itu bukan intervensi dalam urusan internal Arab Saudi. Karena Dewan HAM PBB, dalam kerangka program "Tinjauan Berkala Hak Asasi Manusia" yang disebut "UPR" memiliki tugas untuk meninjau kembali situasi hak asasi manusia di negara-negara anggota. Perilisan pernyataan tersebut merupakan aspek baru dari kinerja Dewan Hak Asasi Manusia, yang juga bukan merupakan intervensi dalam urusan internal Arab Saudi. Karena di satu sisi, kedaulatan telah kehilangan makna tradisionalnya larangan campur tangan dalam urusan internal dan di sisi lain, pelanggaran HAM pemerintah Saudi sedemikian besar dan terang-terangan dilakukan di dalam dan luar negeri, sehingga menjadi "ancaman global".