Sanksi Iran, Bagaimana UE Menari dengan Genderang AS
Sebagai kelanjutan dari dukungan Barat untuk kerusuhan baru-baru ini di Iran, Uni Eropa pada hari Senin (17/10/2022) menjatuhkan sanksi terhadap Menteri Komunikasi Iran, Polisi Moral, Kepolisian dan Departemen Cyber IRGC.
Daftar sanksi Uni Eropa, yang disepakati pada pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa, termasuk 11 pejabat Iran dan 4 lembaga yang akan dikenakan larangan mendapatkan visa Uni Eropa dan pembekuan aset. Menurut pernyataan Uni Eropa, termasuk sanksi baru adalah sanksi hak asasi manusia Brussels terhadap Iran sekarang mencakup total 97 individu dan 8 institusi.
Amerika Serikat, Inggris dan Kanada juga memberlakukan sanksi terhadap para pejabat dan institusi Iran dengan dalih yang sama menyusul kerusuhan baru-baru ini di Iran.

Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, pada hari Senin (17/10), di akhir pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri Uni Eropa, menyinggung sanksi yang dijatuhkan terhadap Iran dengan dalih masalah hak asasi manusia, dan dengan melanggar hukum internasional yang menyerukan non-intervensi dalam urusan internal negara-negara merdeka, menuntut dihentikannya tindakan Tehran terhadap para perusuh.
Tentu saja, Uni Eropa baru-baru ini juga mengeluarkan resolusi mengenai situasi internal Iran, yang disambut dengan reaksi Nasser Kanaani, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, yang menyebut resolusi ini ditolak dan tidak berharga.
Menurutnya, Berdasarkan prinsip saling menghormati dan kepentingan timbal balik, Iran siap untuk interaksi bilateral dengan semua pihak, tetapi terhadap setiap upaya untuk memberikan tekanan atau menggunakan tindakan pembatasan terhadap rakyat Iran, Tehran akan berdiri teguh dan memberikan tanggapan timbal balik dan proporsional.
Sanksi anti-Iran Uni Eropa, yang telah disetujui dengan dalih menangani kerusuhan baru-baru ini di Iran, harus dilihat dalam konteks upaya kolektif Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, untuk menghadapi Republik Islam Iran dan mencoba untuk melemahkannya.
Blok Barat dan Amerika sebagai ujung tombaknya, tidak hanya dengan menjatuhkan segala macam sanksi berupa kampanye tekanan maksimum dari era Trump, telah memulai pendekatan kemiskinan dan chaos, yang berarti menyulut keresahan sosial dengan menerapkan tekanan ekonomi ke Iran.
Bahkan dari waktu ke waktu sebagai alasan, dalam rangka mencampuri urusan dalam negeri Iran, seperti kerusuhan 2019 dengan dalih kenaikan harga bensin atau kerusuhan 2009 dengan dalih memprotes hasil pemilu presiden, telah mencoba sebisanya untuk mendorong dan mendukung perusuh dan mereka yang terlibat dalam tindakan kekerasan atau menghancurkan properti publik.
Sebagai kelanjutan dari dukungan Barat untuk kerusuhan baru-baru ini di Iran, Uni Eropa pada hari Senin (17/10/2022) menjatuhkan sanksi terhadap Menteri Komunikasi Iran, Polisi Moral, Kepolisian dan Departemen Cyber IRGC.
Dalam semua kasus ini, Uni Eropa, sebagai pengikut Amerika Serikat, telah mendukung tindakan bermusuhan Washington terhadap Iran.
Namun, beberapa masalah harus disebutkan tentang sanksi baru Brussel terhadap Iran.
Pertama, dalih untuk menyetujui sanksi-sanksi ini adalah bagaimana polisi dan lembaga-lembaga lain menindak aksi-aksi huru-hara dari kelompok terbatas yang berusaha menghancurkan properti publik dan menyebabkan kekacauan di kota-kota Iran.
Jika, dari sudut pandang Uni Eropa, menangani kerusuhan adalah tercela, tidak manusiawi, dan bahkan ilegal, maka muncul pertanyaan, bagaimana mereka membenarkan perlakuan tegas dan bahkan keras terhadap polisi di negara-negara Eropa, terutama di Prancis, dengan protes dan kerusuhan jalanan?
Sebenarnya, masalah ini menunjukkan sifat perilaku ganda Eropa.
Kedua adalah Uni Eropa telah berulang kali menjatuhkan sanksi ekonomi, politik dan hak asasi manusia kepada Iran dengan berbagai dalih dan bahkan telah menarik duta besar beberapa negara Eropa dari Iran.
Namun, sikap tegas Iran terhadap tindakan tersebut telah menyebabkan negara-negara Eropa yang sama mengembalikan duta besarnya ke Tehran dengan rasa malu dan bahkan mengemis.
Eropa sangat menyadari peran penting dan berpengaruh Iran di kawasan Asia Barat, dan pada saat yang sama, mereka membutuhkan Iran sepenuhnya untuk kelangsungan perjanjian nuklir JCPOA, di mana kepentingan politik, keamanan dan ekonomi mereka bergantung.
Isu penting lainnya adalah Brussel mengikuti Washington dalam tindakan anti-Iran, sehingga Eropa secara membabi buta mendukung sikap Amerika tanpa memprioritaskan kepentingan mereka sendiri dan berpartisipasi dalam tindakan anti-Iran Washington.

Sementara melihat catatan Amerika Serikat dan kebijakannya menunjukkan bahwa bagi Washington, yang selalu mengejar kebijakan sepihak dan kepentingannya, menggunakan Eropa sebagai alat telah menjadi prosedur dan tidak memberikan nilai substantif apa pun kepada Uni Eropa.
Dengan demikian, harus dikatakan bahwa permainan sanksi baru UE terhadap Iran sudah ditakdirkan untuk gagal sejak awal.(sl)