Saat Rakyat Jerman Semakin Miskin
Perang Ukraina dan dampak ekonominya membuat kondisi ekonomi mayoritas negara-negara Eropa semakin sulit, termasuk Jerman, dan memicu prospek mengerikan di bidang kondisi ekonomi dan sosial negara-negara ini.
Menteri Keuangan Jerman, Christian Lindner di sebuah pidatonya mengkonfirmasikan ketidakmampuan pemerintah untuk memberi dukungan finansial lebih kepada warganya, dan seraya memprediksi defisit anggaran pemerintah cukup besar di tahun depan mengatakan, negara semakin miskin. Di kondisi seperti ini menteri keuangan Jerman saat ini melihat fasilitas finansial lebih sedikit untuk membantu warga.
Mengingat kenaikan signifikan energi akibat perang Rusia di Ukraina, pemerintah Federal Jerman telah memutuskan beberapa bantuan untuk perusahaan dan rumah tangga swasta, termasuk rem harga gas dan listrik, diskon Desember, pengurangan tarif pajak untuk gas, berbagai pembayaran subsidi satu kali dan subsidi biaya pemanas. Meski demikian langkah-langkah intensif tersebut tidak mampu mengkompensasi kenaikan harga jasa layanan publik, baik listik dan gas atau kenaikan inflasi di negara besar Eropa ini. Pada saat yang sama, orang Jerman berusaha mengurangi pengeluaran mereka secara signifikan. Menurut statistik, sepertiga penduduk Jerman menghabiskan lebih sedikit untuk hadiah Natal dibandingkan tahun sebelumnya.
Ulrich Schneider, Direktur German Parity Welfare Association mengatakan, ini adalah satu dari tiga dari kita yang tidak dapat lagi mempertahankan standar hidup kita sebelumnya. 13,8 juta orang berada dalam kemiskinan yang hampir tidak mampu membeli hadiah tahun lalu. Kami memiliki catatan kemiskinan yang menyedihkan pada Natal ini dan kami harus menerimanya. Sejauh ini, telah terjadi banyak protes di Jerman, terutama di Berlin, ibu kota negara ini, memprotes kenaikan harga makanan dan energi dan menghabiskan miliaran pemerintah koalisi Jerman untuk membeli senjata dan juga kebijakan Berlin terhadap perang di Ukraina. Demonstrasi ini terjadi sebagai protes terhadap kenaikan harga dan pasokan senjata untuk memicu konflik militer di Ukraina.
Ia mengkritik langkah-langkah bantuan pemerintah Jerman dan menyebutnya tidak seimbang secara sosial dan berkata: "Pemerintah koalisi Jerman menghabiskan banyak uang, tetapi mereka yang paling bergantung pada bantuan menerima paling sedikit. Ini bukan ketenangan yang mereka butuhkan. Sebaliknya, orang-orang ini telah jatuh lebih dalam ke dalam kemiskinan."
Tentu saja, protes ini tidak terbatas pada Jerman dan penyebaran protes di negara-negara Eropa terhadap kebijakan yang mendukung Ukraina dan keterlibatan semakin banyak orang Eropa dalam konflik saat ini antara Rusia dan Ukraina karena semakin terungkapnya konsekuensi dari pendekatan anti-Rusia dari negara-negara Eropa dan pengenaan sanksi terhadap Moskow, di satu sisi, meningkatnya pengeluaran militer dengan mengorbankan pengurangan kesejahteraan dan pengeluaran sosial, bersama dengan tren ekonomi negatif dari negara-negara ini, seperti inflasi dan stagnasi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menyusul dimulainya perang di Ukraina, negara-negara Eropa memberlakukan sanksi ekstensif terhadap sektor energi Rusia dengan dalih mendukung Kiev. Selain itu, negara-negara tersebut telah mengirimkan miliaran euro senjata ke Ukraina. Dengan membabi buta mengikuti Amerika dan tanpa mempertimbangkan manfaat jangka panjang serta risiko yang ditimbulkan oleh tindakan anti-Rusia, Eropa meluncurkan sanksi besar terhadap Rusia, yang menghadapi reaksi balik Moskow dan menyebabkan penurunan tajam dalam ekspor minyak dan gas ke Eropa, memicu inflasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan munculnya resesi ekonomi di banyak negara Eropa, termasuk Jerman, Prancis, dan Inggris.
Pakar ekonomi meyakini bahwa dampak ekonomi akibat perang Ukraina bagi negara-negara Eropa, khususnya Jerman akan memakan waktu panjang, dan akan berlangsung hingga 20 tahun. Kondisi Eropa saat ini sejatinya hasil dari sikap negara-negara ini yang mengiringi kebijakan Amerika dalam mendukung Ukraina di perang dengan Rusia. Harga dari sikap dan kebijakan ini adalah warga Eropa menghadapi penurunan signifikan di bidang kesejahteraan dan juga inflasi tinggi serta krisis ekonomi dan sosial. Mereka menghadapi penurunan pelayanan sosial, krisis energi, kenaikan harga bahan bakar dan bahan makanan, serta inflasi tinggi. Dan prospek yang tak jelas di musim dingin 2022 menanti mereka. (MF)