Warga Jepang Tidak Puas dengan Petualangan Pemerintah Tokyo
(last modified Thu, 04 May 2023 04:19:14 GMT )
May 04, 2023 11:19 Asia/Jakarta

Aliansi antara Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan pemerintah Jepang telah menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat negara Asia Timur ini.

Menurut sebuah survei oleh surat kabar Asahi yang berbasis di Tokyo, 80 persen orang Jepang khawatir negara mereka terlibat dalam kemungkinan konflik antara Amerika Serikat dan Cina atas Taiwan.

Sebagian besar peserta dalam survei ini menekankan, Pasukan Bela Diri Jepang harus membatasi peran mereka sebagai pasukan pendukung militer AS jika terjadi serangan Cina ke Taiwan, dan ini merugikan Jepang."

Salah satu bagian terpenting dari survei ini adalah mengajukan pertanyaan dasar kepada orang Jepang.

Warga Jepang

Peserta survei ditanya mana dari dua pendekatan yang menurut mereka harus diambil Jepang untuk memprioritaskan keamanan nasionalnya:

Memperdalam hubungan dengan Cina melalui diplomasi dan ekonomi atau memperkuat kemampuan pertahanan?

Jawaban dari 70% peserta adalah “memperdalam hubungan dengan Cina”.

Kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa pemerintah AS telah melakukan upaya ekstra untuk lebih membatasi Cina dengan memaksakan tuntutan tidak sah pada beberapa rekannya di Asia Timur, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.

Kebijakan untuk menciptakan pembatasan bagi Cina di kawasan Asia Timur telah menjadi agenda dalam situasi di mana, dari sudut pandang masyarakat negara-negara tersebut, kerja sama dengan Cina lebih disukai daripada kerja sama dengan Amerika Serikat.

Misalnya, tanggapan orang Jepang terhadap pertanyaan survei yang dilakukan oleh surat kabar Asahi menunjukkan bahwa orang Jepang, seperti halnya orang Korea Selatan, prihatin dengan konflik dan ketegangan apa pun di Asia Timur.

Sementara itu, pemerintah AS berusaha menciptakan pembatasan alami terhadap negara merdeka dan berkembang seperti Cina dengan menciptakan permusuhan antarpemerintah Asia Timur.

Dalam konteks ini, pertanyaan mendasarnya adalah apakah mungkin menerapkan kebijakan AS ini di benua Asia yang luas?

Jawaban atas pertanyaan ini sangat jelas. Negarawan Jepang ingin menjaga hubungan dengan pemerintah Barat dan Uni Eropa, tetapi mereka juga menyambut baik hubungan dengan Cina.

Oleh karena itu, jelaslah bahwa keikutsertaan Jepang dalam rencana-rencana pembangunan dan ekspansi Amerika Serikat dipaksakan dan jauh dari kedudukan para wakil rakyat dalam pemerintahan Jepang.

Aliansi antara Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan pemerintah Jepang telah menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat negara Asia Timur ini.

Pada saat yang sama, pejabat Tokyo mengetahui fakta bahwa politisi Gedung Putih mencoba memaksakan tuntutan mereka pada Cina dengan menciptakan permusuhan di antara pemerintah Asia Timur dengan mengorbankan negara-negara di kawasan itu.

Termasuk menghambat pembangunan politik, ekonomi dan bahkan tata ruang negara ini. Sebab pejabat Washington sudah dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan aneh yang mempersoalkan kebijakan liberalisme Barat yang dipimpin AS.

Sekaitan dengan hal ini, tampaknya setelah para pimpinan NATO memahami pentingnya peningkatan kerja sama di tengah Perang Ukraina, organisasi militer ini, yang setelah berakhirnya Perang Dingin sebagai lengan militer AS di berbagai wilayah di dunia, pada saat yang sama dengan Amerika, berusaha memperkuat kehadirannya di Jepang, Korea Selatan, dan bahkan Taiwan.

Upaya para pemimpin NATO untuk perkembangan geopolitik baru bagi memperluas perbatasan NATO di Eropa dianggap sebagai peringatan bagi Rusia. Pada saat yang sama, menerapkan kebijakan ekspansi NATO yang sama di benua Asia merupakan pesan negatif bagi negara seperti Cina.

Terutama, pembentukan jejak NATO di kawasan Asia-Pasifik dapat mengganggu keseimbangan kekuatan di kawasan dunia yang sensitif dan berbahaya ini.

Sementara itu, desakan NATO dan Barat untuk memperkuat kehadiran mereka di Timur dapat menimbulkan akibat yang berbahaya bagi bangsa-bangsa di dunia.

Terlepas dari ancaman ini, dengan tujuan memfasilitasi konsultasi di kawasan Indo-Pasifik, NATO berencana untuk membuka kembali kantornya di Jepang.

Hal yang perlu diperhatikan dalam konteks ini adalah juru bicara Kementerian Luar Negeri Jepang dan juru bicara NATO belum mengomentari pembukaan kembali kantor organisasi ini di Jepang. Ini menunjukkan kepekaan yang tinggi dari gerakan militer Barat ini.

Kantor NATO yang diusulkan di Tokyo dikatakan akan dibuka kembali tahun depan, tetapi belum ada rincian pasti yang dirilis.

Bendera NATO

NATO telah mendirikan kantor penghubung serupa di New York, Wina, Ukraina, dan kota-kota Eropa lainnya.

Secara umum, harus dikatakan bahwa pendirian kantor NATO di Asia dapat menyebabkan pembatasan dan ancaman terus-menerus terhadap negara-negara Asia, karena organisasi militer ini bertindak atas perintah AS dan dapat memulai operasi militer, kapan pun Amerika Serikat mau, di wilayah Asia Timur.