Ini Justifikasi AS soal Veto Gencatan Senjata di Gaza
Meski ada tuntutan global untuk penerapan gencatan senjata di Gaza, tapi Amerika sebagai mitra strategis dan tanpa syarat Israel, menentang hal ini, dan masih tetap mengobarkan perang berdarah di Gaza dengan mengirim berbagai amunisi dan persenjataan kepada Tel Aviv.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dalam sebuah wawancaranya menyinggung justifikasi dan salah satu alasan penentangan negaranya terhadap gencatan senjata di Jalur Gaza. blinken dalam wawancaranya dengan ABC News saat menjelaskan alasan Amerika menentang gencatan senjata ini mengatakan, "Ketika kita berbicara tentang gencatan senjata pada saat ini, dengan Hamas yang tetap eksis, aktif, tanpa cedera dan mengumumkan niatnya untuk mengulangi peristiwa 7 Oktober, hal ini hanya akan melanggengkan masalah."
Amerika Serikat baru-baru ini memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut penerapan gencatan senjata di perang Gaza.
Absurditas pembenaran Menteri Luar Negeri AS atas penolakan Washington terhadap gencatan senjata di perang Gaza terlihat jelas dari fakta yang ada. Blinken menyatakan alasan utamanya adalah eksistensi Hamas dalam perang saat ini. Kita harus bertanya, jika setelah lebih dari dua bulan perang dan terbunuhnya ribuan warga Gaza, rezim Zionis belum mampu mengalahkan atau menghancurkan Hamas, dan Menteri Luar Negeri AS juga telah mengakui masalah ini, jadi bagaimana mereka bisa mencapai tujuan ini dengan melanjutkan strategi mereka saat ini dengan melakukan pengeboman buta dan penghancuran besar-besaran di Jalur Gaza serta membunuh orang-orang tertindas di wilayah ini dengan bom Amerika?
Akankah para pejuang Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya, yang diakui Tel Aviv berada di terowongan ratusan kilometer di bawah Jalur Gaza dan memberi kerugian dan korban besar dengan serangan berulangnya terhadap tentara dan peralatan militer rezim ini akan dimusnahkan dengan pengeboman terhadap sekolah, rumah sakit, masjid dan bahkan gereja? Faktanya, pemerintahan Biden menyetujui metode dan taktik rezim Zionis terhadap kelompok perlawanan Palestina di Gaza, meskipun menyadari ketidakefektifan dan konsekuensi bencana bagi masyarakat Gaza, hanya karena dukungannya yang tidak perlu dipertanyakan lagi terhadap Israel. Presiden AS Joe Biden selalu membela rezim Zionis dan mengklaim bahwa rezim tersebut berhak membela diri.
Baru-baru ini, Yoav Gallant, Menteri Perang rezim Zionis, mengumumkan dalam sebuah wawancara: Kami memperkirakan bahwa perang (di Gaza) akan terus berlanjut dengan intensitas seperti saat ini setidaknya selama dua bulan ke depan. Setelah itu, akan dilakukan operasi “pembersihan” untuk melenyapkan kelompok Hamas. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan internasional untuk menghentikan serangan Israel di Jalur Gaza, namun karena dukungan politik dan militer Amerika Serikat yang luas terhadap rezim Zionis, para pejabat senior rezim ini tetap menekankan kelanjutan serangan.
Dalam hal ini, bahkan daerah aman pun yang tampaknya telah mereka deklarasikan di Gaza juga tetap dibombardir. Sejauh ini, sekitar 18.000 warga Palestina gugur akibat serangan rezim Zionis dalam dua bulan terakhir, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan.
Poin pentingnya adalah peran kunci bantuan militer Amerika dalam kelanjutan operasi militer rezim Zionis di Gaza. Menurut surat kabar Amerika Washington Post, laporan yang diserahkan ke Kongres Amerika menunjukkan bahwa lebih dari 22.000 bom pintar dan non-pintar diluncurkan di Gaza, yang disediakan oleh pemerintah Amerika. Selain itu, selama periode ini, pemerintah Amerika setidaknya memberikan 15.000 bom termasuk 2.000 pon bom penghancur bunker dan lebih dari 50.000 peluru meriam 155 mm kepada Israel. Hal yang paradoksnya adalah bahwa pemerintah AS tahun lalu mendukung deklarasi global yang subjeknya adalah pengendalian penggunaan senjata peledak di daerah perkotaan.
Terlepas dari dukungan luas terhadap pemerintahan demokratis Biden yang mengklaim pembela HAM terhadap Israel, namun di dalam negeri Amerika Serikat, di tingkat masyarakat dan elit, penolakan terhadap tindakan kriminal Israel terhadap warga Palestina yang tinggal di Gaza dan tuntutan untuk gencatan senjata segera dan penghentian pertumpahan darah semakin meningkat. Hasil jajak pendapat gabungan CBS News dan YouGov yang dipublikasikan pada Minggu menunjukkan 61 persen warga Amerika tidak menyetujui kebijakan Presiden AS Joe Biden terkait perang Gaza.
Survei lain yang dilakukan pada bulan Oktober menunjukkan bahwa 56 persen warga Amerika tidak menyetujui pendekatan Biden. Di tingkat elit dan institusi politik, tuntutan untuk mengubah kebijakan pemerintahan Biden terkait perang Gaza juga meningkat. Selain itu, dari para diplomat Departemen Luar Negeri AS hingga staf magang di Gedung Putih, melalui surat, mereka telah meminta perubahan pendekatan Washington terhadap perang rezim Zionis di Gaza dan pembentukan gencatan senjata di wilayah ini sesegera mungkin.
Persoalan pentingnya adalah meskipun Israel mengklaim dan melakukan perang propaganda untuk mencitrakan dirinya tertindas dan membenarkan tindakan kriminalnya di Gaza, upaya tersebut telah gagal. Sebuah masalah yang bahkan diakui oleh para politisi Amerika. Senator AS Bernie Sanders menekankan bahwa Israel “tidak dapat berperang melawan rakyat Palestina dan menyebabkan kerusakan parah seperti yang kita saksikan terhadap kehidupan rakyat Palestina” dan berkata: Israel kalah dalam perang opini dunia mengenai situasi ini. (MF)