Perlawanan Lunak terhadap Zionis, Atlet Swiss Memalingkan Muka dari Bendera Israel
(last modified Wed, 30 Apr 2025 05:47:28 GMT )
Apr 30, 2025 12:47 Asia/Jakarta
  • Perlawanan Lunak terhadap Zionis, Atlet Swiss Memalingkan Muka dari Bendera Israel

Para atlet Swiss yang membelakangi bendera Israel mencerminkan realitas filosofis yang besar dalam benak anak muda Eropa.

Tehran, Pars Today- Gerakan simbolis para pemain anggar Swiss, yang membelakangi bendera Israel selama upacara penyerahan medali Kejuaraan Eropa, lebih dari sekadar protes olahraga. Tindakan ini menggemakan sikap filosofis yang mendalam terhadap kesunyian gerakan moral dunia.

Di tengah dunia di mana kekuatan besar membenarkan pembantaian anak-anak Gaza dengan mengatasnamakan "hak untuk membela diri," para atlet ini, dengan sentuhan sederhana namun bermakna, memamerkan kesadaran manusia yang telah bangkit.

1. Perlawanan Senyap: Filsafat protes di era normalisasi kekerasan dalam filsafat moral. Terkadang penolakan terkecil dapat menciptakan revolusi terbesar. Para pemain anggar Swiss terinspirasi oleh tradisi "pembangkangan sipil" bukan dengan slogan atau kekerasan, tetapi dengan "membelakangi" simbol rezim rasis Israel.

Mereka menunjukkan bahwa terkadang kehadiran diam pada upacara resmi, jika bersifat protes, lebih efektif daripada ribuan pidato diplomatik. Tampaknya para atlet ini, melalui bahasa tubuh mereka, membersihkan rumah keberadaan mereka dari kontaminasi normalisasi genosida.

2. Ironi sejarah: Ketika netralitas Swiss mengambil warna manusiawi. Swiss, sebuah negara yang telah dikenal selama berabad-abad karena doktrin netralitasnya, hari ini melanggar netralitas dalam bentuk atletnya, bukan terhadap penindas, tetapi terhadap yang tertindas! Merupakan ironi sejarah yang pahit bahwa perwakilan suatu negara dengan sejarah netralitas memamerkan hati nurani kolektif Eropa, sementara politisi dari negara yang sama - seperti duta besar Swiss di Tel Aviv - membuktikan dengan permintaan maaf yang hina bahwa netralitas hanya berharga ketika kepentingan Zionis tidak terlibat.

3. Membelakangi bendera, menghadapkan wajah kepada kemanusiaan: Kritik terhadap standar ganda. Tampaknya rezim Zionis terbiasa mereduksi kritik apa pun menjadi anti-Semitisme. Tetapi kali ini mereka menghadapi keberatan yang tidak diajukan dari sudut pandang agama atau ras, tetapi dari sudut pandang universalitas hak asasi manusia. Dengan gestur tersebut, atlet Swiss membuktikan bahwa isu Palestina adalah isu seluruh manusia yang tetap menghargai yang lain. Ini adalah pandangan eksistensialis: "Ketika seseorang dizalimi, semua orang seharusnya berteriak."

4. Permintaan maaf institusional merupakan kesempatan untuk mengungkap kemunafikan Barat. Permintaan maaf Federasi Anggar Swiss dan ancaman untuk menindak para atlet adalah demonstrasi yang jelas tentang duplikasi moral Barat. Secara teori, mereka membela "kebebasan berekspresi", tetapi ketika Israel terlibat, kebebasan ini hanya masuk akal dalam konteks menyetujui kejahatan tersebut! Inilah yang disebut kekuatan disiplin. Rezim yang mengaku demokratis, tetapi menekan keberatan sekecil apa pun terhadap Zionisme.

5. Pesan untuk Sejarah: Gerakan anti-Zionis sekarang menjadi gerakan global. Dari penolakan berulang kali atlet Iran untuk bertanding dengan perwakilan rezim pembunuh anak, penarikan diri tim Irak pada tahun 2023, dan protes pemain anggar Swiss pada tahun 2025, pesannya jelas: gerakan untuk menentang apartheid Zionis tidak lagi terbatas pada dunia Islam. Kini kesadaran masyarakat Barat yang telah terbangun juga ikut bergabung dalam perjuangan. Langkah ini merupakan peringatan bagi rezim yang mengira dapat menutupi kenyataan genosida selamanya dengan uang dan media.

Dengan gerakan sederhana, pemain anggar Swiss memperkenalkan bendera dan lagu kebangsaan Israel bukan sebagai simbol suatu negara, tetapi sebagai bendera dan lagu pendudukan dan genosida. Mereka membuktikan bahwa di dunia saat ini, "berdiam diri saat menghadapi penindasan berarti terlibat dengan penindas" – dan inilah pelajaran yang diajarkan Palestina kepada umat manusia bahwa perlawanan memiliki berbagai bentuk. Terkadang-dengan pedang, tapi juga bisa dilakukan dengan memunggungi bendera tiran.(PH)