Bagaimana Pasang Surut Hubungan AS dan Cina?
Hubungan Amerika Serikat dan Cina tetap rapuh dan mudah terguncang, meskipun ada upaya untuk menjalin komunikasi lebih lanjut,
Tehran, Pars Today- Perbedaan mendalam akibat pandemi Corona, perang Ukraina, ketegangan perdagangan, masalah teknologi, dan hak asasi manusia, semakin memperburuk ketegangan antara dua kekuatan besar dunia ini.
Para pakar berpendapat bahwa langkah menuju kerja sama terbatas mungkin terjadi, tetapi hambatan strategis dan kondisi domestik membuat kedekatan nyata menjadi sulit.
Latar Belakang Ketegangan Hubungan AS–Cina
Situs jaringan berita CNN menyinggung kemungkinan terjalinnya komunikasi lebih lanjut antara Washington dan Beijing, dan menggambarkan hubungan kedua negara tetap rapuh dan penuh tantangan. Selama beberapa tahun terakhir, hubungan berada pada titik terendah karena pandemi Covid-19, perang Ukraina, ketegangan perdagangan, masalah teknologi, dan hak asasi manusia.
Setelah kunjungan Nancy Pelosi—ketika itu Ketua DPR AS—ke Taiwan, Cina memutuskan saluran komunikasi dengan Washington. Selain itu, insiden balon Cina di atas Amerika juga memperburuk keadaan dan membuat upaya untuk menghidupkan kembali negosiasi menjadi lebih rumit.
Meskipun ada perbedaan mendalam, sebagian pakar berpendapat kerja sama dalam isu-isu global seperti perubahan iklim bisa menjadi titik awal bagi interaksi antara Cina dan Amerika. Para ahli percaya bahwa bergerak menuju kerja sama dalam bidang-bidang yang minim ketegangan memang mungkin, tetapi hambatan strategis dan kondisi internal menjadikannya sulit. Shen Dingli, profesor hubungan internasional di Shanghai, menilai bahwa Cina dan Amerika sedang menempuh jalur cepat untuk kerja sama, dan perjalanan terakhir menjadi kesempatan untuk membahas kekhawatiran serta peluang interaksi di masa depan.
Politik Luar Negeri AS–Cina pada Era Trump: Pengulangan Jalur Perang Tarif
Majalah Foreign Policy, dengan menyinggung rekam jejak Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, dan para penasihatnya, menyebut Cina sebagai tantangan utama keamanan nasional pemerintah AS. Trump bermaksud memperketat perang dagang dengan Cina dan menekankan penerapan tarif tinggi untuk mengurangi ketergantungan ekonomi AS pada negara itu. Perang tarif Trump, yang dimulai dengan tarif 25% atas baja dan 10% atas aluminium, memengaruhi lebih dari 360 miliar dolar barang-barang Cina dan menyebabkan kenaikan biaya produksi, penurunan ekspor pertanian, dan peningkatan ketergantungan Cina pada mitra-mitra Asia.
Penelitian menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak hanya gagal secara signifikan mengurangi defisit perdagangan, tetapi juga menambah tekanan ekonomi pada rumah tangga dan produsen Amerika. Misalnya, harga kedelai turun tajam dan pemerintah terpaksa memberikan bantuan hibah sebesar 28 miliar dolar kepada para petani.
Dampak Geopolitik dan Politik
Ketegangan akibat tarif, selain memengaruhi Cina, juga merumitkan hubungan Amerika dengan sekutu tradisionalnya seperti Uni Eropa dan NATO, sementara Beijing terpaksa melakukan tindakan balasan ekonomi. Para analis berpendapat bahwa kelanjutan kebijakan semacam itu tidak hanya meningkatkan rivalitas dengan Tiongkok, tetapi juga dapat membatasi peluang kerja sama dalam isu-isu internasional seperti perubahan iklim.
Hubungan Amerika dan Cina di era Biden memang diwarnai upaya perbaikan, tetapi kebijakan Washington, khususnya di bidang perdagangan dan tarif, justru memperburuk ketegangan dan membuat jalur kerja sama terbatas semakin sulit ditempuh. Para pakar meyakini bahwa setiap bentuk kerja sama nyata memerlukan pengelolaan diplomasi domestik dan internasional yang cermat, dan bahkan isu-isu yang tampak tidak menimbulkan ketegangan pun tetap memerlukan pemantauan ketat.(PH)