Apa yang Diinginkan AS dari Irak?
https://parstoday.ir/id/news/world-i180048-apa_yang_diinginkan_as_dari_irak
Pars Today – Amerika Serikat di tahun 2003 menduduki Irak setelah melancarkan invasi ke negara ini, dan sampai saat ini masih terus mengejar berbagai tujuan di Baghdad.
(last modified 2025-11-10T12:19:12+00:00 )
Nov 10, 2025 19:14 Asia/Jakarta
  • Apa yang Diinginkan AS dari Irak?

Pars Today – Amerika Serikat di tahun 2003 menduduki Irak setelah melancarkan invasi ke negara ini, dan sampai saat ini masih terus mengejar berbagai tujuan di Baghdad.

Amerika Serikat, pada masa jabatan kedua Presiden Donald Trump, memberikan perhatian khusus terhadap Irak dan perkembangan di negara tersebut.

Tujuan Amerika Serikat di Irak merupakan perpaduan antara kepentingan keamanan, ekonomi, politik, dan geopolitik. Washington, dengan memanfaatkan instrumen diplomatik, militer, dan intelijen, berupaya untuk mempertahankan pengaruhnya di Irak sebagai sekutu relatif, sekaligus menghalangi kehadiran para aktor regional dan internasional yang tidak sejalan dengan tujuan dan kepentingan Washington di negara tersebut.

 

Tampaknya pemerintahan Donald Trump memiliki beberapa tujuan utama di Irak, negara kaya minyak yang menempati posisi strategis di kawasan Asia Barat:

 

  • Mempertahankan pengaruh geopolitik di jantung Asia Barat.

 

Salah satu tujuan terpenting Amerika Serikat di Irak adalah menjaga pengaruh geopolitiknya di pusat kawasan Asia Barat. Dengan posisi strategis yang berbatasan dengan Iran, Suriah, Arab Saudi, dan Turki, Irak memainkan peran kunci dalam dinamika regional. Melalui kehadiran militer dan diplomatiknya, Washington berupaya mempertahankan keseimbangan kekuasaan yang menguntungkan dirinya dan sekutunya, serta menghambat perluasan pengaruh para pesaing regional dan global seperti Rusia dan Tiongkok. Sejumlah analis berpendapat bahwa Amerika Serikat juga berusaha memengaruhi proses pemilihan umum di Irak demi mendukung kekuatan politik yang sejalan dengan kebijakannya.

 

  • Menjamin keamanan energi dan jalur distribusinya.

 

Irak merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia, dan Amerika Serikat, dalam kerangka kepentingan strategis Barat, berupaya menjamin keamanan sumber daya energi serta jalur transportasinya melalui Teluk Persia dan wilayah Irak. Kehadiran di Irak memungkinkan Washington mempengaruhi pasar minyak global dan mencegah ancaman terhadap infrastruktur energi strategis.

 

  • Mempertahankan kehadiran militer jangka panjang.

 

Meskipun terdapat pembicaraan mengenai penarikan pasukan Amerika, Washington masih berupaya mempertahankan kehadiran militernya dalam jangka panjang di Irak. Kontrol atas wilayah udara Irak dan pendirian pangkalan militer di lokasi strategis merupakan bagian dari strategi tersebut. Kehadiran ini memberi Amerika Serikat kemampuan untuk merespons cepat dalam situasi krisis serta menjaga kepentingan nasionalnya di kawasan.

 

  • Mencegah penguatan hubungan antara Iran dan Irak.

 

Salah satu tujuan tersembunyi namun penting bagi Amerika Serikat adalah menghalangi pengembangan hubungan antara Iran dan Irak. Kedua negara Muslim ini memiliki hubungan historis dan peradaban yang berakar ribuan tahun, serta kesamaan budaya, agama, dan kepentingan bersama di berbagai bidang. Hal ini bertolak belakang dengan kebijakan destruktif Washington yang berupaya melemahkan hubungan baik antara Iran dan Irak.

 

  • Washington secara konsisten berupaya melemahkan Pasukan Mobilisasi Rakyat (Hashd al-Shaabi) Irak.

 

Padahal, Hashd al-Shaabi, yang terdiri dari berbagai kelompok, merupakan bagian integral dari angkatan bersenjata Irak dan memainkan peran menentukan dalam perjuangan melawan kelompok teroris ISIS di negara tersebut.

Pada tahun 2016, Parlemen Irak mengesahkan undang-undang yang menetapkan Hashd al-Shaabi sebagai bagian resmi dari angkatan bersenjata Irak. Undang-undang ini memberikan legitimasi hukum kepada pasukan tersebut dan menempatkannya di bawah komando tertinggi angkatan bersenjata Irak, yaitu Perdana Menteri.

 

Meskipun demikian, Washington telah berupaya maksimal untuk membubarkan pasukan ini dan bahkan berulang kali melancarkan serangan terhadap unit-unit Hashd al-Shaabi.

 

 

  • Donald Trump, baik pada masa jabatan pertamanya maupun kini di masa jabatan keduanya, berusaha menarik Irak ke dalam Perjanjian Abraham guna memperluas lingkup normalisasi hubungan dengan Israel. Namun, upaya tersebut menghadapi perlawanan keras di dalam negeri Irak.

 

Tujuan utama Perjanjian Abraham, yang ditandatangani pada tahun 2020 antara Israel dan sejumlah negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan, adalah menormalisasi hubungan diplomatik, ekonomi, dan keamanan antara Israel dan negara-negara Arab.

 

Trump berusaha mendorong Irak untuk bergabung dengan perjanjian tersebut melalui tekanan diplomatik dan janji-janji ekonomi, dengan harapan pemerintah Baghdad akan mendekat ke arah normalisasi. Namun, penentangan keras rakyat Irak, otoritas keagamaan tertinggi (marja‘iyyah), dan berbagai kelompok politik telah menggagalkan rencana tersebut.

 

Karena komposisi keagamaan Irak serta sensitivitas historisnya terhadap Israel—yang dianggap sebagai entitas ilegal yang dibentuk untuk melayani kepentingan Barat dan telah menduduki Palestina selama hampir 80 tahun sambil melakukan berbagai kejahatan—maka Irak menolak untuk bergabung dalam perjanjian tersebut.

 

Meski demikian, Amerika Serikat tetap berupaya menggunakan berbagai instrumen tekanan untuk menciptakan kondisi bagi pendekatan tidak resmi antara Baghdad dan Tel Aviv. (MF)