Bagaimana Dewan Hak Asasi Manusia PBB Menyimpulkan Genosida di Gaza?
-
Genosida di Gaza
Pars Today - Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan tindakan Israel di Gaza sebagai contoh hukum "genosida".
Menurut laporan Pars Today, Komisi Penyelidikan Independen yang berafiliasi dengan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumumkan, Perilaku rezim Zionis di Gaza konsisten dengan definisi genosida berdasarkan Konvensi 1948 (Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida) berdasarkan fakta dan dokumen hukum, serta menunjukkan "unsur material" dan "niat khusus" yang diperlukan untuk membuktikan genosida.
Dalam laporan terbarunya, komisi ini mengumumkan, Tindakan seperti membunuh warga sipil, menimbulkan kerugian fisik dan mental yang serius, menciptakan kondisi kehidupan yang sulit dan tak tertahankan, dan bahkan mencegah kelahiran generasi berikutnya di Gaza menunjukkan bahwa tujuannya melampaui konflik militer biasa dan ditujukan untuk penghancuran total atau sebagian penduduk Palestina.
Dalam metodologi hukum, komisi menyimpulkan dengan memeriksa tindakan rezim Zionis dan pernyataan para pejabatnya bahwa tindakan-tindakan ini konsisten dengan definisi genosida. Karena selain skala dan sifat kekerasan, "niat khusus" untuk menghancurkan penduduk Gaza terlihat jelas, meskipun pembenaran militer telah diajukan untuk serangan-serangan ini.
Laporan terbaru Komisi Penyelidikan Independen Dewan HAM PBB dapat dianggap sebagai titik balik dalam perang Gaza. Mengutip kriteria Konvensi 1948 dan berdasarkan bukti yang tersedia, laporan ini menunjukkan bahwa perilaku dan kebijakan Israel di Gaza merupakan contoh nyata genosida.
Pembunuhan ribuan warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak, penghancuran infrastruktur vital, dan blokade makanan dan obat-obatan yang telah mengganggu kehidupan sehari-hari rakyat Gaza, beserta pernyataan eksplisit para pejabat Israel, semuanya menunjukkan adanya niat sistematis untuk menghancurkan sebagian penduduk Palestina.
Sejak hari-hari pertama serangan militer Israel di Gaza, jelas bahwa penargetan tersebut melampaui kerangka operasi militer dan lebih banyak menargetkan warga sipil daripada sasaran militer. Pengeboman sekolah, rumah sakit, pusat bantuan, dan bahkan tempat penampungan sementara, dan sekarang penutupan titik masuk untuk pertolongan pertama, termasuk makanan dan obat-obatan, ke Gaza, yang telah mengakibatkan banyak penduduk Gaza, terutama wanita dan anak-anak, gugur syahid, semakin menunjukkan tekad rezim Zionis untuk melakukan genosida terhadap warga Palestina.
Kejahatan-kejahatan ini telah mencapai tingkat yang sedemikian rupa sehingga banyak pendukung dan sekutu Israel kini menolak untuk bergabung dengan rezim Zionis dan menyerukan diakhirinya perang dan pembunuhan warga Palestina. Dalam sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, perwakilan dari berbagai negara di dunia meninggalkan sidang ke-80 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memulai pidatonya.
Dalam hukum internasional, genosida terjadi ketika serangkaian tindakan dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruh atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama. Tindakan-tindakan ini dapat mencakup pembunuhan langsung, menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius, menciptakan kondisi kehidupan yang merusak, atau mencegah kelahiran generasi mendatang. Menurut temuan Dewan Hak Asasi Manusia, semua elemen ini hadir dalam perang Gaza.
Pentingnya laporan ini menjadi semakin jelas ketika kita mempertimbangkan pernyataan publik para pejabat Israel. Pernyataan Netanyahu tentang perlunya menghapus Gaza sepenuhnya atau menghancurkan masa depan penduduk Palestina, beserta tindakan militer di lapangan, memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan rezim Zionis untuk masa depan Jalur Gaza.
Laporan terbaru dari Komisi Penyelidikan Independen Dewan HAM PBB ini muncul di tengah demonstrasi besar-besaran yang telah digelar di berbagai kota di dunia dalam beberapa pekan terakhir, mulai dari London dan Paris hingga New York dan Madrid, untuk memprotes kejahatan Israel.
Para pengunjuk rasa menuntut penghentian segera serangan dan diakhirinya pengepungan Gaza. Protes-protes ini menunjukkan bahwa terlepas dari upaya otoritas Israel untuk menutupi kejahatan mereka, opini publik dunia tidak lagi menerima pembenaran politik atau militer Israel dan menganggap kejahatan terhadap Palestina tak terbantahkan.
Negara-negara Amerika Latin tidak hanya kembali mengutuk kejahatan Israel, tetapi Presiden Kolombia Gustavo Petro mengumumkan bahwa negaranya akan mulai mendaftarkan mereka yang bersedia membela perjuangan Palestina, dan menekankan bahwa ia sendiri siap terjun ke medan perang untuk membela Palestina. Bolivia juga mengambil sikap serupa, menyebut agresi Israel sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan menuntut pertanggungjawaban segera di hadapan badan-badan internasional.
Dalam konteks ini, menghentikan aliran senjata, menerapkan sanksi yang terarah, dan mendukung proses peradilan merupakan langkah-langkah yang dapat menghentikan genosida di Gaza. Namun, lobi politik dan kepentingan ekonomi tetap menjadi hambatan utama bagi tindakan tegas negara-negara Barat.
Laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB dengan jelas membuktikan bahwa apa yang terjadi di Gaza bukan sekadar perang atau konflik militer, melainkan sebuah proses yang disengaja untuk menghancurkan sebagian penduduk Palestina. Laporan ini merupakan dokumen hukum bagi badan-badan internasional sekaligus peringatan politik bagi pemerintah yang terus mendukung Israel tanpa syarat. Dalam menghadapi kejahatan semacam itu, kelambanan pemerintah dan lembaga tidak hanya dianggap sebagai keterlibatan dalam genosida, tetapi juga membahayakan masa depan sistem hukum internasional.(sl)