Pesona Iran yang Mendunia (75)
-
Suhrawardi
Shahab al-Din Suhrawardi adalah seorang filsuf dan arif terkemuka, sekaligus pendiri mazhab iluminasi dalam filsafat Islam. Ia dilahirkan di Suhraward, sebuah desa yang terletak dekat Zanjan, Iran. Nama lengkapnya, Abu Al-Futuh Shahāb ad-Dīn Siddiqi Yahya ibn Habash ibn Amirak as-Suhrawardī. Tapi kemudian, lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Isyraq, dan setelah meninggal disebut sebagai Syeikh Maqtul.
Meskipun tidak berumur panjang, tapi Suhrawardi menghasilkan tidak kurang dari 50 karya. Professor Sayid Hossein Nasr berkeyakinan bahwa karya Suhrawardi merupakan contoh terbaik karya filsafat berbahasa Farsi dalam sejarah sastra Iran. Bahkan menurut Nasr, sebelum Suhrawardi, barangkali bisa dikatakan dalam sejarah seribu tahun karya berbahasa Farsi, belum ada orang yang menulis pembahasan filsafat dengan lembut dan mudah dicerna.
Sejumlah karyanya antara lain: Hikmah Al-Isyraq, Talwihat, Muqawamat, Masyari’ wa Mutharahat, Parto Nameh, Haykal Al-Nur, Alwah Imadi, Risalah Al-Thair, Avaz Par Jibrail, Aql Surh, Ruzi ba Jamaat Sufian, Risalah fi Halah al-Tufuliyah, Risalah fi Hakikah Al-Esgh dan Waridat va Taqdisat.
Sheikh Sahab al-Din Suhrawardi disebut sebagai Sheikh Isyraq sekaligus pendiri mazhab filsafat iluminasi, karena metode yang dipergunakannya dalam filsafat dan hikmah. Hikmah Isyraqi atau filsafat iluminasi adalah aliran filsafat Islam yang tidak hanya bertumpu pada argumentasi aqli dengan menggunakan burhan semata. Tapi, ia juga meyakini perjalanan ruhani atau Sair va Suluk dan penyucian diri sebagai jalan untuk meraih hakikat.
Hikmah Isyraq dalam makna khusus adalah aliran filsafat yang mengadopsi secara kritis filsafat paripatetik Ibnu Sina, tasawuf, pemikiran filsafat kuno Iran dan Yunani. Hikmah Isyraq menerima argumentasi burhani dan menjadikannya sebagai pilar untuk meraih hakikat. Tapi itu saja tidak cukup, sebab butuh penyucian diri dalam meraih hakikat. Sejatinya, hikmah isyraq sebagai jembatan antara filsafat dan tasawuf.

Suhrawardi berkeyakinan bahwa filsuf Isyraqi selain meraih pengetahuan melalui akalnya juga membutuhkan pengalaman spiritual. Oleh karena itu, penyelidikan filsafat dengan jalan akal murni tidak cukup, tapi membutuhkan penyucian diri, dan sebaliknya penyucian diri saja tanpa melatih akal akan tersesat.
Suhrawardi meyakini hikmah adalah “Khamireh Azali” atau “bahan baku asal” yang diletakkan pertama kali pondasinya oleh Hermes. Bahan baku Hikmah Israq mengambil berbagai sumber, termasuk pemikiran keagamaan Iran kuno sebelum Islam. Suhrawardi meyakini penafsiran dunia berdasarkan kaidah cahaya dan kegelapan yang dilakukan melalui penyucian diri.
Perhatian terhadap makna nur yang disandingkan dengan dengan konsep wujud filsafat Yunani seperti pemikiran Plato. Oleh karena itu, ada peneliti yang menilai pemikiran Suhrawardi merupakan tafsir lain dari neoplatonik yang dikombinasikan dengan pemikiran lain. Suhrawardi juga mengadopsi tasawuf terutama Bayazid Bastami dan Mansur Hallaj serta Abu al-Hassan Kharghani mengenai pentingnya perjalanan ruhani dalam meraih hakikat.
Perhatian Suhrawardi yang sangat besar terhadap para pemikir sebelumnya, termasuk hikmah Iran kuno menjadi perhatian berbagai kalangan. Menurut keyakinan Samad Muwahid, penulis buku “Sarchesmeh haye Hikmat Eshragh” (mata air hikmah isyraq) menjelaskan pengenalan Suhrawardi dengan hikmah Iran kuno melalui tiga jalan.
Pertama hubungan dengan penganut Zoroaster yang banyak ditemui di Iran ketika itu. Ia memanfaatkan ajaran yang disampaikan secara lisan antargenerasi penganut Zoroaster. Selain itu, ia juga menggunakan kitab-kitab berbahasa Pahlavi yang diterjemahkan ke bahasa Farsi dan Arab. Suhrawardi juga memanfaatkan ajaran irfan Iran yang dijalankan olah sebagian orang dan kesamaannya dengan ajaran Zoroaster.
Pengaruh filsafat Yunani dalam hikmah Isyraq tidak bisa dikesampingkan. Suhrawardi memiliki perhatian besar terhadap filsafat Yunani terutama Plato dan neoplatonik. Ia juga menyerap pemikiran Aristoteles terutama masalah logika dan fisika serta metafisika yang ditafsirkan melalui metode neoplatonik.
Besarnya pengaruh filsafat Iran dan Yunani terhadap mazhab hikmah Isyraq Suhrawardi menjadi perhatian para sarjana. Hossein Nasr dalam pengantar karya berbahasa Farsi Suhrawardi menulis,”Suhrawardi sendiri mewarisi dua tradisi tua, yaitu: Yunani dan Iran. Menurutnya, Plato dan Zoroaster dan raja-raja Iran kuno serta filsuf sebelum Yunani merupakan para penafsir hakikat dan pesan maknawi dan Suhrawardi menghidupkannya kembali”.
Doktor Nasr menilai karakteristik hikmah Isyraq adalah perkawinan antara hikmah Iran kuno dengan irfan dan hikmah Islam. Menurutnya, masalah yang paling khas dari pemikiran Suhrawardi adalah pembahasan mengenai nafs.

Pandangan Suhrawardi mengenai masalah unsur-unsur fisik dan alam tidak berbeda jauh dengan filsafat paripatetik. Tapi ketika berbicara tentang nafs, Suhrawardi memiliki pemikiran yang sangat berbeda.
Filsafat paripatetik baik filsuf Yunani maupun muslim meyakini masalah nafs sebagai bagian dari pembahasan mengenai tabiat atau ilmu alam. Tapi, Suhrawardi meyakini masalah nafs termasuk pembahasan ilahiyah atau metafisika, dan berkaitan dengan cara bagaimana menyelamatkan manusia dari dunia materi.
Ilmu nafs merupakan salah satu masalah paling utama dari filsafat iluminasi. Suhrawardi meyakini Plato sebagai Imam Al-Hikmah dan pemuka hikmah Isyraq.Menurutnya, Plato mengkombinasikan antara argumentasi burhani dengan irfan.
Filsafat Suhrawardi berpijak pada pemikiran tentang hakikat cahaya dan kegelapan. Alasan penamaan pemikiran filsafatnya dengan sebutan hikmah Isyraq adalah karena bermakna menerangi atau memberikan cahaya penerangan.
Di satu sisi, Isyraq bermakna nur atau cahaya. Tapi di sisi lain, mazhab filsafat Isyraq bermakna arah geografis timur. Sebab hikmah Isyraq bertumpu pada irfan yang berkembang di dunia timur.
Suhrawardi mengibaratkan realitas sesuatu dengan cahaya, dan menilai perbedaan maujud terletak pada kuat dan lemahnya. Nur pada hakikatnya terang dan menerangi setiap sesuatu. Oleh karena itu, segala sesuatu didefinisikan melalui cahaya.
Dzat ilahi adalah wujud mutlak, dan nur murni. Suhrawardi mengambil ilham dari al-Quran dan menilainya sebagai Nur al-Anwar. Sampainya kepada hakikat ditentukan oleh seberapa besar ketersambungan dengan cahaya tersebut. Filsafat paripatetik meyakini adanya hubungan sebaba akibat di antara maujud, tapi dalam hikmah Isyraq ada cinta yang melampaui alam yaitu cinta nur al-Anwar kepada dzatnya yang merupakan cahaya murni, kemudian kepada makhluk dan seluruh tingkatan berdasarkan cahaya dari Haq.