Dampak Serangan Yaman ke Aramco Saudi (2-Habis)
-
Drone Yaman
Unit Drone Militer dan Komite Rakyat Yaman pada hari Sabtu, 14 September 2019, menargetkan kilang Abqaiq dan Khurais yang berafiliasi dengan Perusahaan Minyak Nasional Saudi Aramco sebagai jawaban atas kejahatan koalisi Saudi di Yaman. Dalam artikel pertama, telah dibahas mengenai aspek ekonomi dan konsekuensi dari serangan ini, sementara di bagian kedua dari artikel ini membahas konsekuensi non-ekonomi, termasuk konsekuensi keamanan dari serangan ini.
Serangan rudal dan drone oleh Ansarullah dan militer Yaman terhadap Arab Saudi, selain memiliki konsekuensi ekonomi, juga berdampak pada keamanan dan politik Riyadh.
Masalah pertama adalah kerentanan sumber daya dan industri minyak Saudi. Arab Saudi, terutama setelah berkuasanya Raja Salman dan putranya, Mohammed, pada tahun 2015, telah meningkatkan anggaran pertahanan yang besar, sehingga sesuai dengan beberapa laporan bahwa pengeluaran militer Saudi telah meningkat sebesar 112 persen. Serangan drone-drone Yaman menunjukkan bahwa biaya ini, dan khususnya pembelian senjata Barat, bukan hanya tidak memberikan keamanan bagi Arab Saudi, tetapi justru mengungkap kerentanan negara ini.

Masalah kedua adalah ketidakefisienan sistem rudal AS dan Perancis dalam membela Arab Saudi. Dalam hal ini, Jalaluddin al-Shaghir, anggota Dewan Tertinggi Islam Irak yang mengkhususkan diri dalam perang gerilya dengan rezim Saddam pada dekade 80 dan 90-an mengatakan, "Instalasi minyak Abqaiq dan Khurais yang berlokasi di Arab Saudi bagian timur berada di bawah perlindungan enam sistem rudal Hawk yang telah ditingkatkan dan dua sistem rudal Patriot canggih serta beberapa sistem "Crotalel" ditambah sistem "Skyguard", dimana sistem rudal ini dapat melindungi area luas dari segala kemungkinan serangan. Sementara dari langit, di atas sistem anti rudal ini juga ada pesawat F-15 dan F-16 canggih lalu di atas semua ini adalah radar dari pesawat AWACS yang terus aktif, dimana terhubung ke sistem darat dan satelit. Terlepas dari semua ini, sistem radar kapal perang dan kapal induk di Teluk Persia juga bekerja sama dalam sistem pertahanan yang hebat ini. Meskipun semua sistem radar dan rudal berskala besar ini dirancang untuk melindungi bagian kecil (instalasi minyak Abqaiq dan Khurais), tapi sepuluh drone Yaman berhasil melewati semua sistem pertahanann ini dengan mudah dan dengan presisi mampu menghantam targetnya. Kenyataan ini terutama merupakan skandal besar bagi Amerika. Karena sebagian besar sistem ini, kecuali untuk sistem Crotalel yang dimiliki Perancis, adalah buatan Amerika. Kedua, ada skandal untuk Saudi yang telah mengalokasikan begitu banyak dana dalam hal militer, tetapi tidak mampu membela diri terhadap peralatan militer negara Arab termiskin."
Masalah ketiga adalah konsekuensi non-ekonomi dari serangan ini telah mengekspos kelemahan intelijen Saudi. Arab Saudi, yang menyaksikan serangan roket pada 1 Agustus dan tanggal 17 Agustus serangan 10 pesawat tak berawak Yaman, telah meningkatkan kegiatan intelijen dan pengintaian mereka untuk mencegah terulangnya serangan rudal dan drone Yaman, tetapi pesawat tanpa awak Yaman 14 September mendaratkan pukulan terberat ke Arab Saudi dalam 54 bulan terakhir sehingga telah menjadi kejutan besar bagi Al Saud.
Serangan drone Yaman menunjukkan bahwa fasilitas strategis Arab Saudi berada dalam jarak tembak rudal dan drone Yaman, dan kelanjutan perang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut ke Arab Saudi. Sementara itu, keberhasilan serangan pesawat tak berawak baru-baru ini pada fasilitas minyak Saudi - yang telah menutup setengah dari ekspor minyaknya - menunjukkan bahwa ancaman runtuhnya ekonomi Saudi bukanlah gertakan perang.

Masalah keempat dari konsekuensi serangan ini adalah bahwa Arab Saudi telah dipermalukan, padahal Riyadh mengklaim negaranya sebagai kekuatan Arab utama dan paling penting. Sementara Yaman adalah negara Arab termiskin di Asia Barat dan Arab Saudi adalah negara Arab terkaya. Arab Saudi memiliki peralatan militer paling canggih di dunia, sementara Yaman baru-baru ini memperoleh pengetahuan tentang produksi roket dan drone. Mengingat situasi yang sama, Saudi telah membuat pernyataan yang tidak pantas dan tanpa bukti bahwa serangan itu dilakukan oleh Iran, sementara Amerika telah mengulangi klaim tersebut dalam membela Al Saud. Faktanya, apa yang mendorong Al Saud dan AS untuk membuat klaim seperti itu adalah kegagalan yang tidak dapat diterima dari negara Arab termiskin bagi Riyadh dan Washington.
Mohammad Ali Mohtadi, pakar Asia Barat percaya bahwa Arab Saudi berusaha menunjukkan bahwa Arab Saudi tidak menderita kekalahan dari Yaman, tetapi dalam perang ini Riyadh tengah berhadapan dengan kekuatan regional yang disebut Iran yang memiliki kemampuan rudal dan drone yang tinggi.
Masalah kelima dari konsekuensi serangan-serangan ini adalah untuk menyampaikan kepada kekuatan trans-regional, terutama Amerika Serikat, yang kadang-kadang mengklaim serangan militer terhadap Iran, bahwa setiap perang dan ketidakamanan di kawasan ini memiliki dimensi global dan biayanya akan mahal dan akan mempengaruhi ekonomi dan politik dunia.
Serangan terhadap fasilitas Aramco di Abqaiq dan Khurais telah menyebabkan kenaikan harga minyak 20 persen dalam waktu singkat. Kenaikan harga minyak sebesar 20 persen juga mempengaruhi perekonomian negara-negara pengimpor minyak, termasuk negara-negara industri barat. Sejatinya, konsekuensi ini dipaksakan oleh negara Arab termiskin, dan konsekuensi dari kekuatan seperti Republik Islam jauh lebih parah daripada serangan Yaman terhadap fasilitas Aramco.

Perang Yaman telah mencapai tahap kritis. Keseimbangan kekuatan di bidang perang Yaman telah sepenuhnya berubah. Koalisi Saudi praktis telah runtuh ketika pertikaian antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab meningkat, dengan Ansarullah dan militer Yaman keluar dari fase pertahanan dan beralih ke fase agresif untuk meningkatkan biaya perang bagi Arab Saudi. Sementara pasukan Yaman percaya untuk melawan Arab Saudi dan memenangkan perang, Pangeran Khalid bin Farhan, yang telah terpisah dari keluarga Saudi, mengatakan alasan utama kegagalan Saudi dalam perang Yaman adalah karena pasukan militer Arab Saudi tidak percaya dengan perang ini. Sebenarnya, ini adalah salah satu perbedaan paling penting antara Yaman dan Arab Saudi dalam perang ini yang bahkan dapat menentukan nasib perang.
Masalah terakhir, serangan drone dan rudal Yaman terhadap instalasi dan infrastruktur Saudi menunjukkan bahwa Mohammed bin Salman telah melakukan kesalahan strategis besar dengan meningkatkan pengeluaran militer Arab Saudi sebesar 112 persen dan memerangi negara-negara Arab miskin, sehingga keamanan Saudi berada dalam dan negara ini harus mencari jalan keluar dari perang ini. Kelanjutan perang ini bahkan bisa membahayakan impian Mohammed bin Salman untuk mencapai takhta Arab Saudi, mimpi yang sekarang sangat terancam oleh kebijakan salah Arab Saudi.