Petualangan AS di Asia setelah Gagal di Afghanistan
Larinya Presiden Afghanistan, Mohammad Ashraf Ghani dan penaklukan mayoritas wilayah negara ini oleh Taliban tanpa pertumpahan darah, membuat kebijakan AS di kawasan ini semakin dipertanyakan.
Mengingat lobi petinggi Gedung Putih dengan para pemimpin dan petinggi negara-negara di Asia Tengah, sepertinya Amerika menempatkan untuk sementara pasukannya di salah satu negara Asia Tengah dengan tujuan kembali lagi ke Afghanistan.
Tapi sepertinya tujuan utama Amerika adalah merelokasi sejumlah ekstrimis dan teroris Takfiri khususnya anggota kelompok teroris Daesh (ISIS) di Suriah ke negara-negara Asia Tengah.
Namun kewaspadaan para pemimpin Asia Tengah mencegah terlaksananya rencana busuk dan konspirasi elit politik Barat di tingkat kawasan ini.
Faktanya, para pemimpin Asia Tengah secara tidak sengaja menunjukkan kecerdasan mereka kepada para pemimpin hegemonik dengan menanggapi secara negatif tuntutan AS yang berulang. Dengan kata lain, ini adalah kecerdasan para pemimpin Asia Tengah di hadapan konspirasi sistematis Amerika khususnya terkait relokasi ekstrimis dan teroris Takfiri yang diawasi oleh negara ini dan sejumlah rezim reaksioner Arab Teluk Persia dari Afghanistan ke negara-negara Asia Tengah.
Para pemimpin Asia Tengah pertama-tama menyadari fakta bahwa janji-janji pejabat AS tidak kredibel. Para pemimpin Gedung Putih bahkan mengkhianati sekutu terdekat mereka, Mohammad Ashraf Ghani, yang selama kepresidenannya di Afghanistan selalu menjadi dalang plot AS di kawasan itu dan menolak untuk menerimanya di Amerika Serikat. Para pemimpin Asia Tengah telah menyadari fakta bahwa mereka tidak bisa mempercayai janji di balik layar para pemimpin negara ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan "Ashraf Ghani" yang digulingkan sementara mempercayai Amerika Serikat dan melaksanakan instruksi para pejabat dan lembaga keamanan dan spionase negara ini, melakukan upaya besar untuk melaksanakan tuntutan Amerika di negara ini juga melawan pemerintahan independen di tetangga Afghanistan dengan melakukan tekanan berat terhadap rakyat tertindas Afghanistan.
Langkah Amerika ini menunjukkan bahwa negara-negara kawasan tidak dapat mempercayai Amerika. Banyak pengamat dan pakar mengkritik kebijakan Amerika di Afghanistan dan para pemimpin negara-negara kawasan merekomendasikan untuk menjahui negara hegemonik ini.
Misalnya Doğu Perinçek, ketua Partai Watan Turki dan salah satu pakar terkenal Turki seraya mengkritik kebijakan keliru imperialis AS di Afghanistan menekankan, "Sikap Amerika di Afghanistan kembali membuktikan Washington tidak dapat dipercaya."
Amerika Serikat dan sekutunya dengan dalih memerangi terorisme dan menjamin stabilitas dan keamanan di Afghanistan, pada tahun 2001 menduduki negara ini. Selama tahun-tahun pendudukan Afghanistan oleh Amerika dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), para penjajah selama dua dekade pendudukannya di Afghanistan selain mampu mengobarkan perang saudara dan konfrontasi antar-partai dan kelompok politik serta milisi etnis, telah menghancurkan seluruh infrastruktur ekonomi Afghanistan.
Faktanya, pemerintah Amerika tidak mampu menunaikan janjinya selama menduduki Afghanistan, tapi malah berhasil mengobarkan instabilitas, terorisme dan meningkatkan produksi narkotika di negara ini. Bagaimana pun juga Amerika setelah 20 tahun menduduki Afghanistan mengumumkan bahwa pasukannya akan keluar dari Afghanistan hingga 11 September 2021.
Sebagai kelanjutan permintaan pemerintah gagal AS di Afghanistan, pemerintah Washington meminta Tajikistan, Uzbekistan dan Kazakhstan menerima sementara sembilan ribu pengungsi Afghanistan yang telah bekerja sama dengan militer Amerika selama pendudukan.
Bloomberg seraya mempublikasikan permintaan Amerika ini, di artikelnya menulis, "Pengungsi potensial Afghanistan khawatir bahwa setelah keluarnya pasukan Amerika dari negara mereka akan dibalas oleh warga dan milisi bersenjata Taliban."
Menurut laporan yang diterbitkan oleh media Amerika ini, jumlah pemohon visa khusus AS mendekati 18.000 orang. Tetapi 9.000 tentara lokal AS di Afghanistan telah mempersiapkan dan menyerahkan proses pendaftaran, tetapi hampir 9.000 lainnya telah memulai proses pendaftaran.
Sekaitan dengan ini Ned Price, jubir Kemenlu AS tidak berbicara secara pasti mengenai pengungsi Afghanistan yang bekerja sama dengan Amerika, ke negara bagian mana mereka akan dipindahkan. Diplomat Amerika ini mengatakan, "Pengungsi Afghanistan dan keluaga mereka memiliki waktu untuk meninggalkan negaranya sebelum penarikan penuh pasukan Amerika di bulan September."
Penentangan Kongres AS terhadap usulan Menteri Luar Negeri untuk meningkatkan jumlah visa khusus bagi warga Afghanistan telah memaksa pemerintah AS untuk berunding dengan Tajikistan, Uzbekistan dan Kazakhstan untuk menampung sementara 9.000 pengungsi Afghanistan.
Mengingat penarikan pasukan AS dari Afghanistan, yang tampaknya terpaksa meninggalkan negara itu karena takut akan Taliban, seperti presiden Afghanistan yang digulingkan, mereka masih tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan ribuan orang Afghanistan yang bekerja dengan pasukan AS dan keluarga mereka.
Sementara itu, para pemimpin Asia Tengah yang berpandangan negatif terhadap pemerintahan baru Afghanistan berusaha mendukung pembentukan pemerintahan rakyat dengan partisipasi semua suku dan agama di Afghanistan. Terkait hal ini, Kementerian Luar Negeri Uzbekistan mengeluarkan pernyataan yang mendukung kesiapan kekuatan internal internal Afghanistan untuk membentuk pemerintahan baru. Kementerian Luar Negeri Uzbekistan mengatakan dalam sebuah pernyataan:
"Uzbekistan optimis tercapainya perdamaian komprehensif di Afghanistan dalam koridor perundingan internal Afghanistan-Afghanistan."
Lembaga diplomatik Uzbekistan juga berharap, "Transisi kekuasaan di Afghanistan berdasarkan sebuah konsensus publik dan dengan memperhatikan norma-norma yang diterima hukum internasional dan dilakukan dengan damai."
Tetangga lain Afghanistan, yakni Tajikistan juga sangat sensitif atas berkuasanya pemerintah baru di Afghanistan. Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon kepada pihak Eropa mengatakan, "Tajikistan sebagai negara tetangga terdekat Afghanistan tidak akan mengakui pemerintah lain yang tidak mengadopsi kehendak seluruh rakyat Afghanistan dan perwakilan luas seluruh bangsa termasuk etnis Tajik, Hazarah, Uzbek, Turkman dan seluruh etnis minoritas lainnya yang hidup di negara ini."
Faktanya presiden Tajikistan menekankan, hanya akan mengakui pemerintah baru Afghanistan ketika seluruh etnis minoritas terlibat di pemerintahan baru Afghanistan.
Para pemimpin lain di negara Asia Tengah juga menunjukkan sikap serupa terkait pemerintah baru Afghanistan. Negara-negara ini dari satu sisi khawatir atas pelanggaran komitmen Taliban dan dari sisi lain, sangat khawatir atas eskalasi arus radikalisme di Asia Tengah. Kekhawatiran pemerintah Asia Tengah terjadi ketika pemerintah baru Afghanistan pimpinan Taliban di sejumlah kasus memberi janji kepada tetangga Afghanistan bahwa mereka akan menghindari terulangnya tragedi di masa lalu.
Dalam hal ini, tidak boleh dilupakan peran Rusia di bidang penyadaran para pemimpin Asia Tengah. Petinggi Moskow selama beberapa bulan terakhir seraya menggelar lobi dengan petinggi Asia Tengah, juga berusaha menguak sebagian tujuan busuk Amerika di kawasan.
Bahkan sebagian pengamat Asia Tengah juga ikut menguak peran Amerika dalam mengobarkan krisis di berbagai pemerintahan ini.
Misalnya Torar Karimov, pengamat politik Kazakhstan menilai gagalnya kesepakatan antara petinggi Dushanbe dan Bishkek serta berlanjutnya konflik perbatasan antara Tajikistan dan Kazakhstan akibat intervensi langsung dan tak langsung pemerintah Barat, khususnya Amerika Serikat.
Pengamat politik ini di analisanya membahas topik mengapa di perbataasn Tajikistan dan Kazakhstan terjadi konflik ? Torar Karimov, mengingat upaya AS untuk menebar pengaruhnya di media Asia Tengah, meyakini, "Barat tengah menciptakan jaringand an media yang dapat dikontrol."
Pakar ini juga mengisyaratkan pengalaman peran pengaruh Barat di media Moldova dan menjelaskan bahwa pemerintah Barat khususnya AS berusaha mempengaruhi pemerintahan di Asia Tengah dengan memanfaatkan pengalaman Moldova.
Kesimpulan umum dari upaya tak kenal henti dinas keamanan dan intelijen AS serta sekutunya adalah pemerintah di Asia Tengah di tahap awal harus menjaga wilayah perbatasannya, karena kerusuhan dan konfrontasi di willayah perbatasan Afghanistan dengan negara-negara Asia Tengah termasuk skema Amerika untuk melawan negara-negara kawasan in, di mana skema ini akan dilancarkan setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan.