Menyimak Kunjungan Putra Mahkota Saudi ke Lima Negara Arab
Pangeran Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman (MBS) memulai safari lima harinya ke negara-negara Arab dengan mengunjungi Oman.
Kunjungan lima hari MBS ke lima negara Arab, Oman, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA) dan Kuwait. Faktanya safari ini akan dilakukan ke negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk Persia (P-GCC). Dijadwalkan KTT ke-42 P-GCC akan digelar 14 Desember di Riyadh, Arab Saudi. Oleh karena itu, kunjungan Bin Salman ke lima negara anggota P-GCC berkaitan dengan pertemuan dewan ini pekan depan.
Isu lain adalah safari Bin Salman ke lima negara Arab anggota P-GCC, merupakan kunjungan pertamanya sejak KTT dewan ini pada Januari lalu di kota Al-'Ula, di barat Arab Saudi yang digelar untuk mendamaikan Qatar dengan empat negara Arab.
Isu lebih penting terkait kunjungan MBS berkaitan dengan posisi pribadi putra mahkota Arab Saudi ini. Sejak Januari 2021 ketika Joe Biden berkuasa di Amerika Serikat, posisi MBS baik di tingkat dalam negeri maupun di dunia tergoncang. Di dalam negeri, meski MBS menempati urutan pertama dan memiliki peluang paling tinggi untuk menggantikan ayahnya, dan juga memiliki pengaruh besar di struktur kekuasaan, tapi sejumlah rivalnya termasuk Mohammad bin Nayef justru tokoh yang mendapat dukungan dari pemerintah Biden. Sekaitan dengan ini, Bin Salman lebih berhati-hati melangkah dari sebelumnya di struktur kekuasaan Arab Saudi.
Sementara di tingkat luar negeri, Mohammad bin Salman di tahun 2021 tidak melakukan kunjungan ke luar negeri, dan bahkan di KTT G20 terbaru di Brussels, ia juga absen. Selain itu, MBS selama 11 bulan lalu juga tidak melakukan kontak dan dialog dengan presiden Amerika. Kebijakan regional Arab Saudi juga tidak menghasilkan apa pun bagi negara ini dan secara praktis telah membuktikan kurangnya pengalaman dan kegagalan kebijakan Bin Salman sebagai arsitek dan pelaksana utama.
Poin penting lain adalah kunjungan MBS ke lima negara Arab dilakukan setelah kunjungan pejabat Uni Emirat Arab (UEA) dan bersamaan dengan kunjungan Penasihat Keamanan Nasional Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Tahnoon bin Zayed Al Nahyan ke Tehran. Hal ini mengindikasikan persaingan regional Arab Saudi dan UEA.
Dalam hal ini, Laman al-Khaleej al-Jadeed di laporannya menulis, "Arab Saudi telah kehilangan kontrol terhadap P-GCC, dan UEA kini menjadi rival utama di kebijakan regional."
Mohammad bin Zayed Al Nahyan, putra mahkota Abu Dhabi, sekutu terpercaya Amerika Serikat kini mempengaruhi kebijakan luar negeri Arab Saudi. UEA dengan meyakinkan MBS di tahun 2017, memblokade Qatar dengan klaim mendukung terorisme dan intervensi di urusan regional.
Arab Saudi mencabut blokade ini setelah kemenangan Joe Biden di pilpres 2020 Amerika, namun tidak mendapat prestasi apa pun dari blokde tersebut. Sementara blokade ini malah menimbulkan banyak kerugian bagi Riyadh. Arab Saudi di tahun 2015, dengan harapan mengembalikan tampuk kekuasaan Abd Rabbu Mansur Hadi, presiden Yaman yang mengundurkan diri, dan melawan Ansarullah, terlibah argesi militer ke Yaman, tapi setelah tujuh tahun dari perang ini malah mengalami kekalahan telak.
Mengingat kondisi ini, dapat dikatakan bahwa kunjungan MBS ke lima negara Arab memiliki tujuan pribadi seperti keluar dari keterkucilan, dialog mengenai sejumlah isu regional termasuk perang Yaman serta persaingan dengan Uni Emirat Arab di kawasan Asia Barat. (MF)