Operasi Mati Syahid Warga Palestina dan Kemarahan Rezim Zionis
Pasukan rezim Zionis Israel menyerang kamp pengungsi di Jenin, utara Tepi Barat dan membunuh tiga pemuda Palestina serta melukai belasan lainnya. Kejahatan ini merupakan tanggapan Israel terhadap operasi mati syahid warga Palestina.
Selama beberapa hari terakhir, warga Palestina melancarkan tiga operasi mati syahid dengan menyerang pasukan Israel dan pemukim Zionis. Operasi pertama dilancarkan di daerah Beersheba (Bir al-Saba), operasi kedua di kota Hadera (Khdeira), dan operasi ketiga di Bnei Brak, timur Tel Aviv. Operasi ini menewaskan 11 orang dan melukai 15 lainnya. Jumlah korban ini lebih banyak dibandingkan jumlah korban di pihak Israel pada tahun 2020 dan 2021.
Operasi mati syahid merupakan titik balik dalam perjuangan Palestina melawan rezim pendudukan di al-Quds. Dari satu sisi, operasi ini dilakukan di wilayah-wilayah pendudukan dan di sisi lainnya, sebagian besar dari korban yang tewas adalah anggota tentara Israel, polisi dan pasukan penjaga perbatasan.
Poin penting lainnya adalah bahwa operasi ini terjadi pada saat proses rekonsiliasi antara negara-negara Arab dan rezim Zionis berlanjut, dan bahkan empat menteri luar negeri dari empat negara Arab telah mengadakan pertemuan multilateral dengan rezim Zionis untuk pertama kalinya di Negev, wilayah pendudukan (Israel).
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negev 2022 di Palestina pendudukan (Israel) yang melibatkan menteri luar negeri dari empat negara Arab telah digelar pada hari Senin, 28 Maret 2022. KTT ini merupakan pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina.
KTT Negev dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, Menlu Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed bin Sultan Al Nahyan, Menlu Maroko Nasser Bourita, Menlu Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani dan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken serta Menlu rezim Zionis Yair Lapid.
Abdel Bari Atwan, Kepala Penyunting Rai al-Youm dan analis serta tokoh Arab terkemuka mengatakan, para pejabat dan pemukim Zionis secara keliru mengira bahwa rakyat Palestina telah menyerah dan berlutut, dan negara-negara Arab sedang mengejar metode kompromi yang sama, tetapi operasi mati syahid warga Palestina ini seperti gempa bumi yang membunyikan alarm tanda bahaya bagi Isarel dan memperingatkan Zionis bahwa bulan madu mereka dengan rezim-rezim Arab yang berkompromi telah berakhir.
Rezim Zionis, yang telah melihat pertunjukan diplomatiknya dengan sejumlah negara Arab yang berkompromi, kini dibayangi oleh operasi-operasi mati syahid. Oleh karena itu, serangan ke kamp pengungsi Jenin adalah tanggapan rezim ilegal itu terhadap operasi mati syahid tersebut.
Pasukan Israel menyerang kamp Jenin pada Kamis pagi, 31 Maret 2022, dengan puluhan kendaraan militer. Para penembak jitu juga ditempatkan di atap rumah warga Palestina dan menembaki warga. Tiga warga Palestina dilaporkan gugur syahid dan belasan lainnya terluka.
Poin pentingnya adalah bahwa kejahatan militer Israel ini tidak menghentikan operasi mati syahid, dan operasi lain segera dilakukan oleh seorang pemuda Palestina. Seorang pemuda Palestina menikam empat warga Zionis dengan pisau di kota Gush Etzion. Operasi ini menunjukkan bahwa rakyat Palestina bertekad untuk melawan kejahatan dan pendudukan rezim Zionis.
Setelah serangan pasukan Zionis ke kamp Jenin, Sekretaris Jenderal Gerakan Jihad Islam Palestina Ziyad al-Nakhalah, mengumumkan mobilisasi umum "Saraya al-Quds", Sayap Militer Gerakan Jihad Islam dan memerintahkan mereika untuk siaga.
Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) juga menegaskan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan memberikan tanggapan yang tepat terhadap agresi pasukan Israel terhadap Palestina, dan tanggapan ini akan berarti peningkatan bentrokan perlawanan dengan penjajah dan pemukim Zionis.
"Kami memperingatkan tentang kejahatan berkelanjutan rezim pendudukan, yang akan mendorong pada tahap ledakan, yaitu ledakan yang akan lebih kuat dan lebih menyakitkan dari sebelumnya," tegas Hamas dalam pernyataannya.
Gerakan ini juga menekankan bahwa pada saat itu, semua anak bangsa akan berdiri (melawan) di semua tanah yang diduduki penjajah, dan ini adalah janji orang-orang yang mencari kemerdekaan.
Melihat perkembangan yang terjadi maka dapat dikatakan bahwa hasil kompromi sejumlah negara Arab dengan rezim Zionis adalah mobilisasi umum rakyat Palestina untuk melawan rezim ini dan meningkatnya konflik dan bentrokan di Palestina. (RA)