Pertemuan Bersejarah antara Haniyeh dan Abbas Setelah 15 Tahun
Ismail Haniyeh, Ketua Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) dan Mahmoud Abbas, Kepala Otoritas Palestina, bertemu setelah bertahun-tahun hubungan bilateral terputus.
Sejak 2007 hingga sekarang, hubungan antara Hamas dan Otoritas Palestina telah menghadapi friksi dan perbedaan serius.
Menyusul kemenangan gerakan Hamas dalam pemilu legislatif 2006, yang mampu membentuk partai yang berkuasa di parlemen dengan meraih 74 kursi, sementara gerakan Fatah yang dipimpin Mahmoud Abbas awalnya menerima hasil pemilu, tetapi setelah Amerika Serikat dan Eropa menentang hasil pemilu dengan dalih bahwa Hamas adalah kelompok teroris, pihaknya akhirnya ikut menolak menerima hasil tersebut
Gerakan Hamas menganggap insiden ini tidak dapat diterima dan mengumumkan bahwa pemerintahnya akan melanjutkan kegiatannya di Jalur Gaza. Karena pemerintah ini berkuasa dengan tekad rakyat dan melalui kotak suara.
Sejak tahun itu hingga kini, ketegangan dan perbedaan muncul dalam hubungan antara Hamas dan Otoritas Palestina.
Pemenang utama ketegangan antara Hamas dan Otoritas Palestina adalah rezim Zionis. Rezim ini mampu memanfaatkan celah ini untuk melakukan lebih banyak kekerasan dan tekanan terhadap Palestina.
Sementara mengambil jalan kompromi dan negosiasi dengan Otoritas Palestina, rezim Zionis juga mengambil jalan perang dan konflik menghadapi Hamas dan Jalur Gaza. Dalam hal ini, Jalur Gaza berada di bawah pengepungan menyeluruh rezim ini dan hari ini adalah penjara terbuka terbesar di dunia, dan orang-orang Jalur Gaza juga menghadapi kondisi bencana kemanusiaan.
Selain itu, rezim Zionis memberlakukan 6 perang terhadap Palestina pada tahun 2008, 2012, 2014, 2018, 2019 dan 2021, yang mengakibatkan lebih dari 3.000 warga Palestina gugur syahid dan ribuan terluka, serta puluhan ribu rumah tempat tinggal dihancurkan.
Ismail Haniyeh, Ketua Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) dan Mahmoud Abbas, Kepala Otoritas Palestina, bertemu setelah bertahun-tahun hubungan bilateral terputus.
Rezim Zionis selalu mengambil keuntungan dari perpecahan dan kesenjangan antara Hamas dan Otoritas Palestina, dan bahkan jika di saat-saat seperti beberapa tahun terakhir ketika mereka bergerak ke arah mengurangi ketegangan, rezim Zionis mencoba untuk mencegah masalah ini dan menciptakan perbedaan baru antara kedua pihak.
Pertemuan baru-baru ini antara Haniyeh dan Abbas berlangsung di Aljazair. Pada Selasa (06/07/2022) malam, di sela-sela keikutsertaan delegasi Palestina dalam perayaan 60 tahun kemerdekaan Aljazair dari Prancis, Presiden Aljazair, Abdelmadjid Tebboune mengadakan pertemuan dengan kehadiran Mahmoud Abbas, Kepala Otoritas Palestina dan Ismail Haniyeh, Ketua Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).
Televisi Aljazair, saat menyiarkan pertemuan ini, menggambarkan pertemuan antara kedua belah pihak sebagai bersejarah setelah beberapa tahun hubungan dingin.
Gerakan Hamas juga menggambarkan pertemuan ini sebagai persaudaraan dengan menerbitkan pernyataan singkat di situsnya.
Aljazair berhasil menyediakan tempat untuk pertemuan Ismail Haniyeh dan Mahmoud Abbas, sementara Mesir telah melakukan upaya ini pada beberapa kesempatan, tetapi tidak berhasil.
Pertemuan bersejarah antara Haniyeh dan Abbas terjadi pada malam kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Asia Barat dan hanya beberapa hari setelah runtuhnya kabinet Naftali Bennett di Wilayah Pendudukan.
Poin pentingnya adalah pertemuan antara Haniyeh dan Abbas menjadi lebih penting ketika para pihak menyelesaikan perbedaan dan menghilangkan hambatan ke arah mewujudkan rekonsiliasi nasional dan membentuk pemerintahan persatuan nasional.(sl)