Upaya Majelis Umum PBB untuk Menghancurkan Senjata Nuklir Israel
(last modified Fri, 09 Dec 2022 04:45:14 GMT )
Des 09, 2022 11:45 Asia/Jakarta

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengambil tindakan untuk menghancurkan senjata nuklir Zionis Israel dan 149 negara anggota Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta rezim Zionis untuk tidak "mengembangkan, memproduksi, menguji atau memperoleh senjata nuklir" dan "menahan diri dari memiliki senjata nuklir".

Resolusi tersebut juga meminta rezim ini untuk menyetujui Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan "menempatkan semua fasilitas nuklirnya di bawah pengamanan Badan Energi Atom Internasional yang komprehensif".

Meskipun AmerikaSerikat dan negara-negara Eropa dalam sikap dan kebijakan mereka menyatakan diri sebagai pembela Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, tetapi dalam praktiknya, seperti yang terlihat, Amerika dan Kanada menentang resolusi ini dan negara-negara Eropa memilih abstain, sementara Ukraina menarik suara sebelumnya dan kemudian menentangnya.

NPT

Resolusi yang dikeluarkan setiap tahun untuk mencegah penyebaran senjata nuklir ini sebelumnya disampaikan oleh Mesir kepada Majelis Umum PBB di New York dan didukung oleh Otoritas Palestina dan 19 negara termasuk Bahrain, Yordania, Maroko dan Uni Emirat Arab.

Resolusi ini mencatat bahwa rezim Zionis adalah satu-satunya pemilik senjata nuklir di Timur Tengah dan salah satu dari sedikit anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa di antara 193 negara yang belum menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.

Sebelumnya, beberapa negara, termasuk Kuwait, meminta masyarakat internasional untuk memenuhi tanggung jawabnya agar rezim Zionis bergabung dengan NPT guna membersihkan Timur Tengah dari jenis senjata tersebut.

Dalam pidatonya pada pertemuan tahunan ke-66 Badan Energi Atom Internasional, Talal Al-Fassam, Duta Besar Kuwait untuk Austria dan wakil tetap negara itu dalam organisasi internasional di Wina, meminta masyarakat internasional memikul tanggung jawabnya untuk membersihkan Timur Tengah dari senjata nuklir dan mematikan, dan dalam konteks ini mendorong Tel Aviv untuk bergabung dengan Perjanjian NPT.

Perwakilan tetap Kuwait di organisasi internasional menganggap perlu meninjau kemampuan nuklir rezim ini di lembaga pembuat kebijakan Badan Energi Atom Internasional selama pembahasan klausul "kemampuan nuklir Israel".

Perjanjian NPT disiapkan untuk ditandatangani negara-negara pada 1 Juli 1968, dan pada tanggal ini, Amerika Serikat dan Inggris serta 59 negara lainnya menandatanganinya.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengambil tindakan untuk menghancurkan senjata nuklir Zionis Israel dan 149 negara anggota Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang meminta rezim Zionis untuk tidak "mengembangkan, memproduksi, menguji atau memperoleh senjata nuklir" dan "menahan diri dari memiliki senjata nuklir".

Pengawasan pelaksanaan perjanjian NPT dan protokol tambahannya adalah tanggung jawab Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang dianggap sebagai salah satu badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang didirikan pada tahun 1957 dengan tujuan memfasilitasi penggunaan damai tenaga nuklir dan mencegah penggunaan bantuan badan ini untuk kepentingan militer dan berkantor pusat di Wina.

Karena Badan Energi Atom Internasional, sebagai badan pengawas NPT, dan Dewan Keamanan PBB, sebagai penjaga perdamaian dan keamanan internasional, belum memenuhi tanggung jawab mereka terhadap ancaman yang disebabkan oleh senjata nuklir Zionis yang tidak terkendali, akhirnya, negara-negara di dunia, mengingat rasa tanggung jawab di bidang ini, mencoba memanfaatkan kapasitas Majelis Umum PBB sehubungan dengan kondisi demokrasi yang mengaturnya.

Namun, mengingat keputusan Majelis Umum bersifat rekomendasi dan konsultatif, majelis ini dapat menggunakan mekanisme "Union for Peace" untuk menciptakan mekanisme eksekutif bagi penyelesaiannya.

Dari sudut pandang ini, resolusi Majelis Umum PBB tentang mengharuskan rezim Zionis untuk bergabung dengan NPT dan mengakhiri kegiatan nuklirnya yang terselubung dianggap sebagai langkah maju, tetapi itu tidak cukup dan membutuhkan pembuatan mekanisme eksekutif untuk itu.

Dimona

Apa yang menambah perlunya mengadopsi mekanisme eksekutif untuk ratifikasi yang dikeluarkan Majelis Umum PBB adalah, di satu sisi, rezim Zionis, selama beberapa dekade terakhir, mengandalkan dukungan Barat dan menggunakan pengaruh mafia Zionis di lembaga internasional untuk kegiatan rahasianya dalam pengembangan kuantitatif dan kualitatif senjata nuklir terus berlanjut.

Di sisi lain, kecenderungan ekstremis dan rasis dalam masyarakat Zionis terus berlanjut dan meluas, dan telah menyiapkan landasan untuk pembentukan kabinet yang paling ekstrim dan anti-perdamaian, yang membuat senjata nuklir rezim ini berbahaya bagi dunia.(sl)