Urgensi Ratifikasi Nama Palestina Secara Resmi di IAEA
Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pada sidang tahunan Konferensi Umum ke-67 di Wina, memberikan suara mendukung rancangan resolusi untuk persetujuan resmi nama "Negara Palestina".
Badan tersebut juga setuju untuk memberikan hak-hak penting dan keistimewaan kepada Palestina dan memperkuat kerja sama antara Palestina dengan badan tersebut dan negara-negara lain.
Tindakan ini dilakukan dalam rangka rancangan resolusi Mesir. Dalam resolusi ini, Mesir menuntut persetujuan penunjukan resmi “Negara Palestina” di Badan Energi Atom Internasional.
92 negara memberikan suara mendukung rancangan resolusi bertajuk “Status Palestina” di IAEA, sementara 21 negara lainnya abstain dan hanya lima negara yang menyatakan penolakannya.
Mohammed Al-Molla, Duta Besar Mesir untuk Austria dan Wakil Kairo di Badan Energi Atom Internasional setelah memberikan suara mendukung rancangan resolusi ini, mengatakan bahwa persetujuan penunjukan ini dilakukan dengan dukungan penuh dari Kelompok 77 dan Cina.
Ia menggambarkan persetujuan resmi atas nama negara Palestina dalam organisasi ini sebagai “resolusi bersejarah” dan mengatakan bahwa tindakan ini mewakili kemenangan isu Palestina.
Menurut Al-Molla, Kesepakatan ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kerja sama Palestina dengan IAEA dan negara-negara lain di bidang teknologi dan sains nuklir.
Tindakan ini terjadi dalam konteks upaya para pemimpin Palestina untuk mencapai keanggotaan penuh di Badan Energi Atom Internasional dan badan internasional lainnya.
Para ahli menilai keputusan Badan Energi Atom Internasional ini sebagai tamparan bagi rezim Zionis dan kemenangan bagi bangsa Palestina.
Urgensi disahkannya resolusi ini pada saat ini adalah bahwa dalam pidatonya baru-baru ini di Majelis Umum PBB, Netanyahu telah sepenuhnya menghapus nama Palestina dari rencana rezim ini dengan menunjukkan gambaran Timur Tengah yang baru.
Dengan menampilkan gambar tersebut, Netanyahu ingin menyampaikan pesan kepada Arab Saudi bahwa normalisasi hubungan kedua belah pihak akan berdampak pada terhapusnya Palestina dari peta Timur Tengah.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pada sesi tahunan Konferensi Umum ke-67 di Wina, memberikan suara mendukung rancangan resolusi untuk persetujuan resmi nama "Negara Palestina".
Ide dan keinginan rezim Zionis serta Netanyahu sendiri bertentangan dengan semua rencana untuk menyelesaikan krisis Palestina, termasuk rencana mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi, di mana telah ditekankan soal penarikan rezim Zionis dari wilayah pendudukan pada tahun 1967 dan pembentukan negara Palestina.
Sebenarnya, Badan Energi Atom Internasional dengan menyetujui resolusi yang diajukan tentang Palestina dan memberikan persetujuannya atas permintaan masyarakat internasional mengenai perlunya pembentukan negara Palestina.
Pada tanggal 29 November 2012, setelah disetujuinya resolusi Majelis Umum PBB, Palestina mampu menaikkan statusnya dari "badan pengamat" menjadi "negara pengamat non-anggota" di organisasi ini dengan memperoleh 138 suara mendukung melawan 9 suara menentang dan 41 suara abstain.
Semakin tinggi tingkat keterwakilan Palestina di PBB dari anggota pengamat menjadi “negara pengamat non-anggota” sebenarnya merupakan pengakuan obyektif dan praktis atas Palestina sebagai sebuah negara dan membimbingnya menuju pengakuannya sebagai sebuah negara melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dengan cara ini, untuk pertama kalinya, kedudukan Palestina di PBB setara dengan kedudukan Vatikan. Menciptakan kemungkinan untuk menggunakan kapasitas hukum dan internasional dalam upaya Palestina menggunakan lembaga-lembaga hukum internasional guna memenuhi hak-hak internasionalnya, termasuk konsekuensi lain dari perkembangan penting ini.
Ratifikasi resolusi ini membuka jalan bagi pengakuan resmi dan internasional atas Palestina oleh negara-negara dan organisasi regional dan internasional serta meningkatkan status hukum dan internasionalnya.
Meskipun sejak saat itu, rezim Zionis selalu berusaha untuk memajukan rencana unilateralnya tanpa mempedulikan dukungan internasional dan mengintensifkannya setelah terbentuknya pemerintahan ekstrim Netanyahu, tetapi resolusi terkini dari IAEA dalam menerima nama Palestina sebagai anggota lembaga ini dan pemberian hak dan keistimewaan yang diperlukan menunjukkan bahwa komunitas internasional terus mendukung pembentukan negara Palestina dan peningkatan status politik dan hukumnya.