Kebuntuan Politik dan Risiko Disintegrasi Gaza dalam Jangka Panjang
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i180174-kebuntuan_politik_dan_risiko_disintegrasi_gaza_dalam_jangka_panjang
Pars Today - Penghentian rencana AS untuk mengakhiri perang Gaza dan kebuntuan dalam implementasi fase selanjutnya telah menghadirkan prospek yang berbahaya bagi Jalur Gaza, di mana tanda-tanda menunjukkan adanya pembagian praktis wilayah itu antara pasukan Palestina dan rezim Zionis.
(last modified 2025-11-12T07:13:33+00:00 )
Nov 12, 2025 14:12 Asia/Jakarta
  • Gaza
    Gaza

Pars Today - Penghentian rencana AS untuk mengakhiri perang Gaza dan kebuntuan dalam implementasi fase selanjutnya telah menghadirkan prospek yang berbahaya bagi Jalur Gaza, di mana tanda-tanda menunjukkan adanya pembagian praktis wilayah itu antara pasukan Palestina dan rezim Zionis.

Sebuah laporan baru oleh Reuters telah mengungkap penghentian implementasi apa yang disebut "rencana Trump" untuk mengakhiri perang Gaza dan telah memperingatkan risiko pemisahan Jalur Gaza menjadi dua bagian terpisah.

Menurut laporan ISNA, meskipun fase pertama "rencana Trump" untuk mengakhiri perang Gaza dimulai Oktober lalu dan lebih dari separuh wilayah Gaza, termasuk Rafah dan sebagian Kota Gaza, berada di bawah kendali tentara Israel, fase kedua, yang meliputi penarikan pasukan, pembentukan pemerintahan transisi, dan rekonstruksi, telah jatuh ke dalam kebuntuan politik. Para analis percaya bahwa situasi ini dapat memperkokoh pemisahan politik dan geografis Gaza selama bertahun-tahun.

Menurut sumber-sumber Eropa, rekonstruksi hanya akan dimulai di wilayah-wilayah yang berada di bawah kendali Israel, sebuah langkah yang menurut para analis akan menjadikan perbatasan baru yang dikenal sebagai "Garis Kuning" (garis di mana tentara Israel akan mundur sampai ke sana pada tahap pertama perjanjian) sebagai kenyataan permanen.

Di sisi lain, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) menentang perlucutan senjata dan Tel Aviv tidak menerima peran Otoritas Palestina. Perbedaan-perbedaan ini membuat implementasi tahap selanjutnya dari rencana tersebut praktis mustahil.

Di tengah ketidakpastian ini, kemunculan kembali pasukan Hamas di wilayah Palestina dan menguatnya posisi Israel di Gaza utara merupakan tanda-tanda jelas dari pembagian wilayah secara de facto. Para ahli memperingatkan bahwa tanpa tekanan dari Washington dan kesepakatan politik untuk membentuk negara Palestina merdeka, situasi saat ini akan stabil secara permanen dan berbahaya.

Menurut Reuters, melanjutkan proses ini tidak hanya akan memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, tetapi juga membuat impian mendirikan negara Palestina merdeka semakin mustahil tercapai. Sebuah kenyataan pahit yang dapat menjerumuskan Timur Tengah ke dalam fase ketidakstabilan baru.(sl)