Feb 07, 2023 11:55 Asia/Jakarta

Pada hari Ahad (05/02/2023), rakyat Sudan mengadakan demonstrasi di Khartoum, ibu kota negara ini, sebagai protes terhadap kunjungan Menteri Luar Negeri Zionis Israel Eli Cohen ke negara ini dan keputusan pemerintah Sudan untuk memajukan normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel.

Meneriakkan slogan-slogan, para demonstran mengutuk setiap perdamaian dan negosiasi dengan rezim Zionis dan menganggap normalisasi hubungan dengan Tel Aviv sebagai pengkhianatan.

Peserta demonstrasi ini memegang plakat dengan slogan "Palestina tidak untuk dijual", "Al-Aqsa adalah iman dan keyakinan", "Khartoum tidak mengkhianati Al-Quds" dan "Penguasa pengkhianat tidak mewakili kami".

Image Caption

Demonstrasi ini digelar atas undangan koalisi Sudan menentang normalisasi hubungan yang secara resmi memulai kegiatannya pada Februari 2020.

Muhammad Al-Mubarak, seorang pakar politik Sudan mengatakan, Sikap rakyat Sudan terhadap masalah Palestina adalah sikap pasti dan mereka akan selamanya bersama bangsa Palestina dan tidak akan menerima normalisasi dengan Zionis Israel.

Zionis Israel dan Sudan mengumumkan pembentukan hubungan bilateral resmi untuk pertama kalinya pada 23 Oktober 2020, dan kemudian memulai hubungan ekonomi dan perdagangan.

Dari tahun 1958 hingga 20 April 2021, Sudan memiliki undang-undang yang melarang pembentukan hubungan dengan rezim Zionis dan menjadikan perdagangan dengan warganya ilegal, serta hubungan komersial dengan perusahaan Israel atau perusahaan dengan kepentingan Israel, dan hubungan langsung atau impor barang secara tidak langsung dari rezim Zionis

Tindakan Khartoum di bidang normalisasi hubungan itu sejalan dengan rencana besar Presiden AS saat itu Donald Trump untuk menormalkan hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.

Tujuan pemerintah Sudan adalah untuk mendapatkan persetujuan Washington dan menghapus Sudan dari daftar negara yang mendukung terorisme.

Amerika telah menyatakan bahwa salah satu syarat Washington untuk menarik Sudan dari daftar negara pendukung terorisme adalah normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.

Dalam hal ini, Sudan setuju untuk membayar 335 juta dolar sebagai kompensasi kepada para penyintas serangan kedutaan besar AS di Kenya dan Tanzania pada tahun 1998.

Dalam kelanjutan proses ini, Kementerian Luar Negeri Sudan mengumumkan pada Kamis, 2 Februari bahwa telah mencapai kesepakatan dengan menteri luar negeri rezim ini untuk menormalkan hubungan antara rezim Zionis dan pemerintah Sudan.

Kantor Dewan Kedaulatan Sudan juga mengumumkan bahwa Jenderal Abdul Fattah al-Barhan, ketua dewan ini, dan Ali Al-Sadiq, Menteri Luar Negeri Sudan, bertemu dan berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri rezim Zionis, Eli Cohen, dan delegasi pendampingnya.

Dalam kunjungan resmi satu hari Menteri Luar Negeri Israel ke Khartoum, yang digambarkan sebagai kunjungan "bersejarah", para pejabat kedua belah pihak membahas cara-cara membangun hubungan antara Sudan dan Zionis Israel dan meningkatkan prospek kerja sama bersama antara Khartoum dan Tel Aviv di berbagai bidang, khususnya di bidang keamanan dan militer.

Menteri Luar Negeri Zionis Israel Eli Cohen juga mengatakan bahwa perjanjian damai dengan Sudan akan ditandatangani setelah penyerahan kekuasaan di negara ini. Cohen telah mengunjungi Sudan dalam perjalanan yang belum pernah terjadi sebelumnya ketika ia menjadi Menteri Penerangan pada tahun 2021.

Sementara mengutuk keputusan pemerintah Sudan untuk secara resmi menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv, berbagai partai politik Sudan menekankan bahwa mereka terus mendukung bangsa Palestina dan perjuangan Palestina serta akan menentang segala normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.

Abdul Fattah Al-Barhan, Ketua Dewan Kedaulatan Sudan

Sebenarnya, pemerintah Sudan yang praktis berada di bawah kendali militer negara ini, yang dipimpin oleh Abdul Fattah Al-Barhan, untuk mendapatkan persetujuan dan dukungan dari Amerika Serikat demi melanjutkan pemerintahannya, telah membuat tindakan berbahaya normalisasi hubungan dengan rezim Zionis, dan kunjungan menteri luar negeri rezim ini ke Khartoum juga dilakukan dalam kerangka kerja yang disebut stabilisasi dan konsolidasi hubungan bilateral.

Namun, penentangan rakyat Sudan terhadap hal ini dan diadakannya protes menunjukkan bahwa Dewan Kedaulatan Sudan menghadapi penolakan serius dari rakyat negara ini.(sl)

Tags