Tak seorang pun Termaafkan; Suara Napas Terakhir di Al-Fashir
https://parstoday.ir/id/news/world-i179524-tak_seorang_pun_termaafkan_suara_napas_terakhir_di_al_fashir
Pars Today – Tragedi pembantaian al-Fashir terus berlanjut, dan ratusan warga Sudan di al-Fashir menghadapi kematian.
(last modified 2025-11-03T12:04:09+00:00 )
Nov 03, 2025 19:02 Asia/Jakarta
  • Tak seorang pun Termaafkan; Suara Napas Terakhir di Al-Fashir

Pars Today – Tragedi pembantaian al-Fashir terus berlanjut, dan ratusan warga Sudan di al-Fashir menghadapi kematian.

Kondisi al-Fashir kritis. Ratusan warga Sudan terbunuh di al-Fashir, dan kota dikepung Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Pembantaian terus berlanjut, di mana banyak yang menyebutnya genosida.

 

Nesrine Malik, seorang penulis Sudan untuk The Guardian, menulis dalam sebuah laporan: Dengan jatuhnya kota Al-Fashir di Darfur, Sudan, ke tangan milisi RSF, salah satu tragedi kemanusiaan paling mengerikan di zaman modern terkuak di depan mata dunia. Gambar-gambar pertumpahan darah, yang terlihat dari luar angkasa, merupakan bukti kejahatan yang tak dapat disangkal lagi.

 

Jatuhnya Al-Fashir: Awal Genosida Baru

 

Kota al Fashir, benteng terakhir tentara Sudan di wilayah Darfur, jatuh setelah berbulan-bulan dikepung oleh pasukan RSF. Apa yang terjadi selanjutnya, menurut pengamat internasional, mengingatkan kita pada jam-jam awal genosida Rwanda pada tahun 1994. Laporan menunjukkan bahwa di satu rumah sakit bersalin saja, hampir 500 pasien dan keluarga mereka tewas. Citra satelit telah merekam ladang-ladang yang berlumuran darah; bukti kejahatan yang tak bisa lagi diabaikan.

 

Pengepungan, Kelaparan, dan Kematian Perlahan

 

Sebelum kejatuhannya, al Fashir telah dikepung habis-habisan selama berbulan-bulan. Ratusan ribu penduduk kota, termasuk mereka yang mengungsi dari wilayah Darfur lainnya, terjebak dalam kondisi yang tidak manusiawi. Melarikan diri dari kota sama saja dengan kematian atau pemerkosaan, dan mereka yang tersisa bertahan hidup hanya dengan pakan ternak, di tengah pemboman yang terus-menerus dan kelaparan yang parah.

 

Perang antara dua pasukan, bukan satu pasukan dan satu milisi

 

Konflik antara tentara Sudan dan RSF adalah perang skala penuh antara dua pasukan yang dipersenjatai dengan baik. RSF, yang dibentuk dari sisa-sisa Janjaweed, kini telah menjadi pasukan dengan sumber daya keuangan, persenjataan canggih, tenaga kerja yang ekstensif, dan dukungan asing. Kelompok ini telah mengumpulkan kekuatan dan kekayaan yang besar dalam beberapa tahun terakhir dan kini menjalankan operasi militernya menggunakan drone, kendaraan lapis baja, dan senapan mesin berat.

 

Dukungan Asing; Peran UEA

 

Menurut penulis Guardian, salah satu faktor utama dalam kelanjutan dan intensifikasi perang di Sudan adalah dukungan keuangan dan persenjataan UEA kepada RSF. UEA, yang sebelumnya menggunakan pasukan RSF dalam perang di Yaman, kini telah memicu kelanjutan perang saudara di Sudan dengan menyediakan sumber daya bagi kelompok tersebut. Sebagai imbalan atas dukungan ini, UEA telah memperoleh akses ke sumber daya alam Sudan, terutama emas, dan telah memperluas pengaruhnya di negara strategis ini.

 

Kebungkaman Global; Keterlibatan dalam Kejahatan

 

Penulis The Guardian melanjutkan: Meskipun terdapat bukti jelas mengenai kejahatan RSF, negara-negara Barat, termasuk Inggris dan Amerika Serikat, telah menahan diri untuk tidak menekan UEA karena hubungan dekat mereka dengan negara tersebut. Ada laporan bahwa para pejabat Inggris bahkan telah mencoba untuk menekan kritik terhadap UEA di kalangan diplomat Afrika. Peralatan militer Inggris juga telah digunakan di medan perang Sudan oleh RSF.

 

Sejarah Berulang; dari Darfur hingga Rwanda

 

Genosida di Darfur bukanlah hal baru. Dua dekade lalu, Janjaweed, yang kini beroperasi di bawah payung RSF, melakukan kejahatan serupa. Namun kali ini, dengan peralatan yang lebih canggih, dukungan asing, dan ketidakpedulian global, sebuah bencana sedang terjadi yang bahkan lebih luas daripada sebelumnya.

 

Kesimpulan: Saatnya Bertindak Sekarang

 

Tragedi yang terjadi di al-Fashir tidaklah tersembunyi atau rumit. Citra satelit, laporan lapangan, dan kesaksian para penyintas semuanya membuktikan kejahatan yang harus dihentikan. Komunitas internasional, terutama negara-negara yang berpengaruh terhadap UEA, harus segera bertindak. Semakin banyak nyawa melayang setiap menitnya. Berdiam diri, dalam situasi seperti ini, berarti terlibat. (MF)