Duka Keluarga Bilal Sejak Ditembak Seorang Pemukim Zionis
Bilal Saleh warga Palestina ditembak di dada oleh seorang pemukim Israel saat dia sedang memanen pohon zaitunnya di al-Sawiya, Tepi Barat yang diduduki.
Saat itu Sabtu pagi, Bilal Mohammad Saleh, 40 tahun, sedang memanen buah zaitun di sebidang tanah kecil yang diwarisi dari ayahnya di desa al-Sawiya, 18 km (11 mil) selatan Nablus.
Seperti biasa selama musim zaitun di Palestina, sebagian besar keluarga ada di sana untuk membantu. Istrinya dan empat anaknya serta saudara-saudaranya dan beberapa anggota keluarga lainnya berada di sana ketika dia ditembak di dada oleh seorang pemukim Israel, dengan pengawasan tentara Israel.
“Bilal adalah seorang pekerja keras yang miskin di dunia,” kata pamannya, Taiseer Shaheen. “Sepanjang hidupnya dia berjuang, sejak dia menjadi yatim piatu di usia dini.”
Dia bersama Bilal dan kerabat lainnya pada Sabtu pagi.
“Tentara tahu para pemukim akan menyerang kami, dan tidak menghentikan mereka,” katanya.
Al-Sawiya dan 3.500 penduduknya dikelilingi oleh pemukiman ilegal Zionis Israel yang menghambat kehidupan sehari-hari. Penduduk desa memiliki 12.000 dunum (1.200 hektar atau 2.965 hektar) tanah, tapi mereka hanya mampu membangun atau menggarap 600 dunum. Sisanya dikuasai Israel.
“Semuanya harus ditinjau oleh pendudukan Israel dan mendapatkan persetujuannya, mulai dari memetik buah zaitun di tanah kami hingga konstruksi dan urusan kehidupan lainnya,” jelas Nihad Arar, ketua dewan desa.
Para pemukim di pemukiman ilegal menyerang dan melecehkan penduduk desa “sepanjang tahun”, katanya. “[Mereka] menebang pohon kami, membakar lahan pertanian kami, mencuri buah zaitun kami, dan diketahui menyerang warga Palestina di dalam rumah dan di properti mereka sendiri.”
Beberapa laporan berita Israel pada hari Senin mengatakan penyerang Bilal adalah seorang tentara yang sedang tidak bertugas dan polisi militer Israel telah membawanya masuk.
Pada Sabtu pagi, kata Hazem, dia melihat empat pemukim yang mengenakan pakaian keagamaan berjalan menuju tempat Bilal sedang memetik buah zaitun bersama keluarganya.
Taiseer mengatakan dia “menyuruh Bilal dan keluarganya untuk menjauh dan mendekati kami sehingga kami bisa bersama”.
Keluarganya melarikan diri dengan berjalan kaki, tapi Bilal menjatuhkan teleponnya dan kembali.
“Para pemukim mulai mendekati kami, berteriak dan mengumpat, dan dari jarak 100 meter, salah satu dari mereka menembakkan satu peluru,” kata Taiseer.
Peluru itu mengenai dada Bilal. Dia jatuh ke tanah.
Hazem menjelaskan bagaimana mereka “meninggalkan semuanya dan membawanya [menggunakan] tangga [sebagai tandu] dan berlari melewati pepohonan menuju jalan utama”.
“Kami menempatkannya di mobil pribadi dan membawanya ke Rumah Sakit Salfit, yang berjarak 15 km (9 mil) jauhnya,” kata Yasir. Namun mirisnya, Bilal dinyatakan meninggal dunia saat tiba.
Hazem mengatakan istri dan anak-anak Bilal, yang bungsu berusia sembilan tahun, “merasa ngeri dan tidak berhenti menangis”.
Istrinya, Ikhlas, masih syok. “Dia hanya ingin melindungi saya dan anak-anak. Kami takut ketika para pemukim terlalu dekat dengan kami dan dia pergi menghadang mereka. Tak satu pun dari kami mengira mereka akan menembaknya seperti itu.”