Genosida di Gaza Berlanjut, Afsel Tarik Diplomatnya dari Israel
(last modified Tue, 07 Nov 2023 14:46:34 GMT )
Nov 07, 2023 21:46 Asia/Jakarta
  • Menteri Penasihat Kantor Kepresidenan Afrika Selatan Khumbudzo Ntshavheni
    Menteri Penasihat Kantor Kepresidenan Afrika Selatan Khumbudzo Ntshavheni

Pembantaian terhadap warga Palestina di Jalur Gaza oleh rezim Zionis Israel berlanjut dan telah memasuki hari ke-32. Menanggapi hal itu, Afrika Selatan (Afsel) mengumumkan akan menarik kembali semua diplomatnya dari Israel.

Menteri Penasihat Kantor Kepresidenan Afsel Khumbudzo Ntshavheni mengumumkan bahwa negaranya telah memutuskan untuk memanggil para diplomatnya dari Tel Aviv untuk berkonsultasi disebabkan situasi saat ini di wilayah Palestina.

Menurut Menteri Kepresidenan Afsel tersebut, Presiden Cyril Ramaphosa juta telah memerintahkan Kementerian Hubungan Internasional dan Kerja Sama untuk mengambil tindakan terhadap duta besar rezim Zionis Israel di Pretoria.

Afsel merupakan salah satu negara besar dan berpengaruh di Afrika, yang merupakan pemimpin perjuangan melawan Apartheid di dunia. Banyak warga negara Afsel telah mengalami diskriminasi rasial selama bertahun-tahun.

Meski Apartheid di Afsel akhirnya berhasil diruntuhkan di bawah kepemimpinan Nelson Mandela setelah perjuangan selama puluhan tahun, namun pengalaman sejarah tersebut menjadikan Afsel sebagai salah satu simbol perjuangan melawan Apartheid di dunia.

Anak-anak Palestina di Jalur Gaza korban serangan udara rezim Zionis Israel, November 2023

Menurut Afsel, Israel adalah perwujudan Apartheid di dunia saat ini. Menteri Hubungan dan Kerja Sama Internasional Afsel Naledi Pandor baru-baru ini mengatakan, Afsel yakin bahwa Israel harus diklasifikasikan sebagai pemerintahan "Apartheid", dan Majelis Umum PBB harus membentuk sebuah komite mengenai hal itu.

Nkosi Zwelivelile Mandela, cucu Nelson Mandela, mendiang pemimpin perjuangan melawan Apartheid di Afsel, juga menanggapi kejahatan penjajah Zionis di wilayah pendudukan Palestina. Dia mengatakan, Palestina membutuhkan dukungan praktis untuk kebebasan.

Israel terus menindas dan membantai warga Palestina tanpa menghiraukan hukum dan aturan internasional. Situasi ini semakin intensif dalam sebulan terakhir. Menurut pihak berwenang Afsel, Israel adalah rezim Apartheid yang mempertahankan diri dengan membunuh, menyiksa dan merampas hak-hak dasar warga Palestina.

Narden Kiswanik, seorang aktivis hak asasi manusia Palestina, mengatakan, tidaklah cukup hanya menggunakan kata "Apartheid" terhadap rezim Zionis, dan rezim ini telah melakukan "kolonialisme permanen" terhadap Palestina dan ingin mengusir secara bertahap seluruh rakyat Palestina.

Belum lama ini, dalam sebuah pernyataan, Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas meminta Afsel untuk memutuskan hubungannya dengan rezim Zionis demi mendukung hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan mendukung perjuangan bersejarah bangsa Palestina yang telah menderita karena kolonialisme dan rasisme selama bertahun-tahun.

Kini pihak berwenang Afsel menarik kembali diplomat-diplomat mereka dari Israel. Tentu saja, selain Afsel, beberapa negara Afrika lainnya juga sudah membicarakan pengurangan level hubungan diplomatiknya dengan rezim Zionis.

Tampaknya dengan berlanjutnya kejahatan Israel terhadap warga Gaza yang tidak berdaya, akan banyak negara, terutama negara-negara yang pernah mengalami Apartheid dan penindasan, mengambil tindakan untuk membela hak-hak rakyat Palestina. (RA)

Tags