Bagaimana Universitas AS Menyikapi Pendukung Palestina?
(last modified Mon, 13 Nov 2023 03:28:10 GMT )
Nov 13, 2023 10:28 Asia/Jakarta

Terlepas dari klaim kebebasan berpendapat di negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, pada kenyataannya, ada banyak garis merah di bidang ini, termasuk dukungan terhadap Palestina. Persoalan ini semakin menguat terutama pasca operasi Badai Al-Aqsa dan perang Gaza serta pembantaian warga Palestina oleh rezim Zionis di Jalur Gaza.

Terkait hal ini, Universitas Columbia mengumumkan telah membekukan dua organisasi mahasiswa yang memimpin demonstrasi untuk meminta gencatan senjata dalam perang Gaza.

Gerald Rosberg, Wakil Rektor Universitas Columbia dalam pernyataannya untuk melindungi keamanan universitas, mengumumkan alasan penangguhan kegiatan dua kelompok Mahasiswa untuk Keadilan di Palestina (SJP) dan Panggilan Yahudi untuk Perdamaian (JVP) sampai akhir semester musim gugur (31 Desember).

Universitas Columbia

Ratusan mahasiswa Universitas Columbia keluar dari kelas mereka pada tanggal 9 November dalam sebuah protes yang diselenggarakan oleh kedua organisasi tersebut dan meminta Washington untuk mendukung gencatan senjata di Gaza.

Kedua kelompok tersebut telah hadir di puluhan asrama mahasiswa di seluruh Amerika dan memimpin protes terhadap kebijakan Washington dan Tel Aviv.

Patut dicatat bahwa setelah operasi Badai Al-Aqsa dan dukungan dari beberapa akademisi dan mahasiswa Amerika Serikat kepada masyarakat Gaza, banyak sponsor universitas Amerika menarik jutaan dolar dari dana sumbangan mereka.

Dikatakan bahwa alasannya adalah hukuman terhadap universitas-universitas AS karena reaksi mereka terhadap serangan pejuang perlawanan terhadap Zionis Israel, kebebasan berbicara dan tanggung jawab publik dari rektor universitas.

Pada saat yang sama, mahasiswa yang mendukung Palestina dan mengkritik kejahatan Israel akan ditindak.

Konflik antara rezim Zionis dan kelompok perlawanan Palestina telah lama menjadi bahan perdebatan sengit di Amerika Serikat, terutama di universitas-universitas yang menjadi lokasi kegiatan politik.

Namun operasi Badai Al-Aqsa dan serangan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Jalur Gaza telah meningkatkan ketegangan secara signifikan dan suasana sosial meningkat secara dramatis di lingkungan universitas, yang merupakan cerminan dari kebijakan bipolar serupa di Amerika.

Puluhan perguruan tinggi dan universitas di Amerika terkena dampak perang rezim Zionis dengan Hamas di Gaza dan terbunuhnya warga Palestina, dan banyak protes mahasiswa yang dilancarkan di beberapa universitas Amerika.

Terlepas dari klaim kebebasan berpendapat di negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, pada kenyataannya, ada banyak garis merah di bidang ini, termasuk dukungan terhadap Palestina. Persoalan ini semakin menguat terutama pasca operasi Badai Al-Aqsa dan perang Gaza serta pembantaian warga Palestina oleh rezim Zionis di Jalur Gaza.

Di antara mereka, 33 organisasi mahasiswa Universitas Harvard di Amerika menandatangani pernyataan solidaritas terhadap rakyat Gaza sepuluh hari setelah operasi Badai Al-Aqsa, dan menganggap Zionis Israel bertanggung jawab atas serangan Hamas.

Dalam pernyataan mereka disebutkan, Peristiwa hari ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Selama dua dekade terakhir, jutaan warga Palestina di Gaza terpaksa tinggal di penjara terbuka. Selama 75 tahun, kekerasan Israel terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari perampasan tanah secara sistematis hingga serangan udara, penahanan sewenang-wenang di pos pemeriksaan, pemisahan keluarga secara paksa, dan pembunuhan yang ditargetkan.

Zareena Grewal, akademisi Studi Amerika di Universitas Yale men-tweet, Israel adalah negara pemukim yang melakukan pembunuhan dan melakukan genosida, dan orang-orang Palestina memiliki hak untuk melawan melalui perjuangan bersenjata dan solidaritas.

Jemma DeCristo, profesor di departemen Studi Afrika-Amerika di Universitas California juga menuduh jurnalis Zionis berbohong dalam sebuah tweet dan menulis bahwa mereka menerbitkan berita palsu. Sikap ini telah menyebabkan pengambilan tindakan terhadap DeCristo.

Perlakuan kasar terhadap mahasiswa dan organisasi mahasiswa serta profesor universitas yang kritis terhadap Israel di Amerika Serikat karena dukungan mereka terhadap Palestina sekali lagi mengungkap slogan dan klaim palsu Barat, khususnya Amerika Serikat, tentang hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.

Melihat standar ganda negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, terkait kebebasan berpolitik dan kebebasan berpendapat, menunjukkan bahwa persoalan ini hanya berlaku ketika mempertanyakan dan menghina isu-isu yang disetujui oleh masyarakat Barat, seperti Islamofobia dan penghinaan terhadap kesucian umat Islam.

Islamophobia

Dalam kasus lain, seperti isu Holocaust dan mempertanyakan tindakan kriminal rezim Zionis serta mendukung perjuangan Palestina dan cita-cita Palestina, akan menimbulkan reaksi tajam serta ancaman, bahkan hukuman.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa di Amerika, akibat pengaruh lobi Zionis dan menyerahnya Gedung Putih dan Kongres AS kepada rezim Zionis, terjadi tindakan dan gerakan anti-Zionis serta mendukung rakyat Palestina yang tertindas dan mendukung rakyat Gaza, termasuk di universitas, dianggap sebagai dosa yang tidak dapat diampuni dan hal ini akan ditindak dengan keras.(sl)