Peningkatan Aktivitas Diplomatik Menjelang Sidang Dewan Gubernur IAEA
-
Pertemuan Dubes Iran, Rusia dan Tiongkok dengan Rafael Grossi
Pars Today - Para Duta Besar Iran, Tiongkok, dan Rusia di Wina bertemu dengan Rafael Grossi, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), untuk membahas agenda sidang mendatang Dewan Gubernur IAEA.
Menurut laporan IRNA, Mikhail Ulyanov, Duta Besar dan Perwakilan Tetap Rusia untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina, pada Selasa (11/11/2025) malam menulis di platform X, “Perwakilan tetap Tiongkok, Iran, dan Rusia hari ini bertemu dengan Rafael Grossi, Direktur Jenderal IAEA, beserta timnya untuk bertukar pandangan mengenai sidang mendatang Dewan Gubernur.”
Ketiga duta besar itu menggelar konsultasi trilateral pekan lalu guna menyelaraskan posisi masing-masing terkait isu nuklir Iran menjelang sidang Dewan Gubernur.
Berdasarkan jadwal yang diumumkan, sidang Dewan Gubernur berikutnya akan diadakan pada 18–20 November di Markas Besar Internasional Wina.
Berbeda dari periode sebelumnya, agenda mengenai Iran kali ini hanya akan dibahas dalam kerangka Safeguards Agreement (Perjanjian Pengamanan Komprehensif) karena mandat IAEA di bawah Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB telah berakhir.
Republik Islam Iran menegaskan bahwa dasar kerja sama dan interaksinya dengan IAEA berpedoman pada undang-undang yang disahkan oleh parlemen.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei sebelumnya menyatakan, “Kami tetap menjadi anggota Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) dan berkomitmen pada perjanjian pengamanan. Dalam pelaksanaan kewajiban ini, dan sesuai keputusan parlemen yang menugaskan Dewan Tinggi Keamanan Nasional sebagai lembaga pengarah, kami melanjutkan interaksi dengan IAEA.”
Program nuklir damai Iran selama ini terus menjadi sasaran tekanan politik dan tuduhan tak berdasar dari Barat. Sebelum kesepakatan nuklir JCPOA tercapai, negara-negara Barat berupaya menjadikan isu nuklir Iran sebagai masalah keamanan internasional untuk menerapkan sanksi dan ancaman militer.
Namun, penutupan berkas Possible Military Dimensions (PMD) pada tahun 2015 menghapus dasar tuduhan tersebut.
Iran mematuhi seluruh komitmen pasca penandatanganan JCPOA, tetapi pada tahun 2018 Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari kesepakatan tersebut, dan Eropa gagal memenuhi kewajibannya.
Sebagai respons, Iran mengambil langkah-langkah pengurangan kewajiban sesuai hak-hak yang diatur dalam JCPOA.
Negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu terhenti akibat kelambanan dan tuntutan berlebihan dari Barat.
Selama tujuh tahun terakhir, Iran telah menempuh semua jalur diplomatik dengan itikad baik, tapi tuntutan yang tidak rasional dari AS dan Eropa membuat upaya tersebut menemui jalan buntu.
Iran kembali menegaskan bahwa pihaknya siap mencapai kesepakatan yang stabil dan dapat dipercaya, yang menjamin pencabutan sanksi secara efektif dan mencegah penyalahgunaan politik di masa depan.(sl)