Dengan Dalih Perdamaian, UEA Khianati Rakyat Palestina
Uni Emirat Arab (UEA) melanjutkan kebijakan anti-Palestina dengan mengambil dua keputusan baru untuk memperluas hubungan dengan rezim Zionis Israel. Kebijakan ini diambil di tengah meningkatnya kekerasan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina sejak dimulainya bulan suci Ramadan.
Dalam dua tahun terakhir, UEA menjadi pionir dalam mengembangkan hubungan dengan rezim Zionis di dunia Arab. UEA menjamu banyak pejabat Israel, termasuk Presiden rezim Zionis Isaac Herzog, saat membuka kedutaannya di Tel Aviv.
UEA juga melakukan pendekatan untuk mendorong negara-negara Arab lainnya menormalkan hubungan dengan rezim Zionis. Abu Dhabi mengadakan pertemuan dengan pejabat Zionis dan negara-negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan rezim tersebut untuk menjaga agar Perjanjian Abraham tetap hidup.
Perjanjian Abraham adalah sebuah pernyataan bersama antara UEA, Amerika Serikat dan Israel yang dicapai pada 13 Agustus 2020. Istilah ini dipakai untuk secara kolektif merujuk kepada perjanjian antara UEA, Bahrain dan Israel.
Pejabat UEA telah menghadiri pertemuan Sharm el-Sheikh Mesir dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negev 2022 di Palestina pendudukan (Israel) yang melibatkan menteri luar negeri dari empat negara Arab. KTT ini digelar pada hari Senin, 28 Maret 2022.
KTT Negev dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, Menlu Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed bin Sultan Al Nahyan, Menlu Maroko Nasser Bourita, Menlu Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani dan Menlu Amerika Serikat Antony Blinken serta Menlu rezim Zionis Yair Lapid.
UEA mengklaim bahwa pendekatan semacam itu akan mengarah pada penyebaran perdamaian di kawasan, termasuk meredakan konflik antara Palestina dan Israel. Namun, perang 11 hari tahun lalu, serangan Zionis yang sering terjadi dan berlanjutnya kekerasan terhadap warga Palestina di berbagai bagian Wilayah Pendudukan (Israel) dan Palestina telah menunjukkan bahwa sikap negara-negara Arab seperti UEA terhadap rezim Zionis ali-alih menciptakan perdamaian tetapi justru membuat Israel semakin berani untuk meningkatkan tekanan dan kekerasan terhadap rakyat Palestina.
Sebagai contoh, sejak awal bulan suci Ramadan, sekitar 17 warga Palestina telah gugur di tangan militer Zionis. Kekerasan pasukan Israel, terutama di Jenin di utara Tepi Barat, juga telah mencapai puncaknya. Pasukan Israel juga menyerang warga Palestina di Masjid al-Aqsa pada Jumat, 15 April 2022 dan melukai lebih dari 450 warga Palestina serta menahan lebih dari 400 orang.
Kementerian Luar Negeri UEA mengutuk serangan tersebut, namun jelas bahwa kecaman ini hanya kebijakan deklaratif dan pemerintah Abu Dhabi akan berperilaku berbeda dalam praktiknya. Pemerintah UEA mengambil dua langkah dalam hal ini.
Langkah pertama adalah menyepakati pendirian pemukiman Yahudi berkapasitas 8.000 orang Yahudi di UEA. Saat ini ada 2.500 orang Yahudi di UEA, dan Rabi Elie Abadie (Rabi Senior Dewan Yahudi Emirates di UEA) memperkirakan jumlah itu akan meningkat empat kali lipat dalam lima tahun ke depan.
Langkah kedua adalah keputusan UEA untuk berpartisipasi dalam perayaan 74 tahun berdirinya rezim Zionis pada 15 Mei. Rakyat Palestina menyebut tanggal 15 Mei sebagai Hari Nakba (hari penderitaan dan kesengsaraan). Kehadiran UEA dalam perayaan hari Nakba merupakan pukulan nyata lainnya terhadap tujuan, cita-cita dan kepentingan rakyat Palestina.
Tanggal 15 Mei adalah hari pembentukan Zionis Israel pada tahun 1948. Hari yang memperingati pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari tanah kelahirannya dan dikenal dengan nama Hari Nakba.
Bangsa Palestina memperingati 15 Mei setiap tahun sebagai simbol pengusiran paksa, penghancuran tatanan sosial dan budaya mereka oleh Zionis Israel. Mereka memperingati 15 Mei setiap tahun dengan unjuk rasa dan menekankan substansi penjajah dan kriminal rezim Zionis Israel.
Nakba sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti penderitaan. Warga Palestina biasanya menggunakan istilah "Nakba" untuk menggambarkan peristiwa bencana yang terjadi setelah pendudukan rezim Zionis.
Kedua tindakan memalukan pemerintah UEA menunjukkan bahwa negara tersebut masih bertekad untuk bergerak melampaui faktor Arab dan Islam dalam kebijakan luar negerinya dan bermain di lapangan Israel. Di sisi lain menunjukkan ketidakpedulian pemerintah Abu Dhabi terhadap kekerasan yang meluas terhadap orang-orang Palestina. (RA)