Sejumlah Ledakan terjadi di Pangkalan Udara Rusia, AS Mengaku tidak Tahu
Berbagai media melaporkan, Pentagon yakin tidak memiliki informasi terkait penyebab sejumlah ledakan terbaru di salah satu pangkalan militer Rusia di Crimea.
Pentagon juga menekankan, Amerika belum mengirimkan senjata apa pun ke Kiev yang memungkinkan serangan semacam itu.
Berbagai sumber hari Selasa lalu melaporkan terjadinya 12 ledakan terpisah di dekat pangkalan udara Rusia dan tempat penting lain di barat Semenanjung Crime.
Pejabat Rusia sampai saat ini mengaku tidak tahu penyebab ledakan tersebut.
Sampai saat ini sebab ledakan tersebut belum jelas, tapi pejabat Ukraina baru-baru ini berbicara mengenai perebutan kembali Semenanjung Crime dari Rusia dengan menggunakan senjata militer Amerika. Statemen yang menuai respon keras dari Rusia.
Menurut laporan AFP, seorang perwira tinggi Pentagon yang menolak disebutkan identitasnya seraya merujuk rudal balistik taktis dengan jangkauan 300 km yang Ukraina berusaha meyakinkan Washington untuk diberikan kepada Kiev, menambahkan, "Apa yang dapat saya katakan kepada Anda adalah serangan tersebut tidak menggunakan ATACMS, karena kami tidak memberi ATACMS kepada mereka."
Rudal ini, yang kompatibel dengan sistem artileri presisi Himars yang sudah tersedia untuk pasukan Ukraina, akan memungkinkan Kiev untuk mencapai target jauh di wilayah yang dikuasai Moskow.
Menurut sumber ini, perwira tinggi tersebut mengatakan, "Kami tidak memberi apa pun kepada Ukraina yang dapat memungkinkan mereka untuk menyerang Crimea."
Ia juga mengingatkan bahwa Amerika tidak memiliki kontrol militer Ukraina.
Petinggi militer Amerika ini menambahkan, "Apa yang kami ingin Ukraina lakukan adalah melawan Rusia seperti yang mereka inginkan; Kami telah memberi tahu mereka di masa lalu bahwa kami memberi mereka amunisi untuk melawan Rusia di Ukraina."
Mantan presiden Ukraina, Dmitry Medvedev menekankan, setiap serangan dan pelanggaran asing ke tanah Crimea akan mendapat balasan tegas dari Moskow.
Semenanjung Crimea di tahun 2014 dan setelah digelar referendum, menyatakan bergabung dengan Rusia. (MF)