Perilaku Rasis Pejabat Baru Zionis Sulut Kekhawatiran Dunia
(last modified Thu, 05 Jan 2023 13:13:53 GMT )
Jan 05, 2023 20:13 Asia/Jakarta
  • Menteri Keamanan Internal rezim Zionis Israel Itamar Ben-Gvir dan pemukim ekstrem Zionis dikawal ketat polisi Israel.
    Menteri Keamanan Internal rezim Zionis Israel Itamar Ben-Gvir dan pemukim ekstrem Zionis dikawal ketat polisi Israel.

Menteri Keamanan Internal rezim Zionis Israel Itamar Ben-Gvir bersama pemukim ekstrem Zionis menyerbu kompleks Masjid al-Aqsa pada Selasa (3/1/2023) dengan dukungan dan pengawalan ketat pasukan Zionis.

Penyerbuan tersebut menyulut protes luas dari negara-negara regional dan internasional. Cina dan Uni Emirat Arab (UEA) menuntut sidang Dewan Keamanan PBB untuk membahas tindakan pejabat baru rezim Zionis itu.

Ini bukan satu-satunya kejahatan yang dilakukan oleh Zionis terhadap Palestina sejak kabinet baru Benjamin Netanyahu menjabat. Kabinet baru Netanyahu memulai kegiatannya pada Kamis lalu. Dalam waktu kurang dari seminggu, enam warga Palestina gugur syahid oleh pasukan Israel.

Tindakan rasis Ben-Gvir menunjukkan bahwa kabinet baru rezim Zionis jelas berusaha mengintensifkan kekerasan terhadap warga Palestina. Perkembangan ini menimbulkan kekhawatiran di tingkat regional dan global.

Berbagai negara di kawasan dan dunia, termasuk Republik Islam Iran, Arab Saudi, Turki, Qatar, UEA, Indonesia, dan Malaysia mengutuk eskalasi kekerasan terhadap warga Palestina yang dilakukan kabinet baru rezim Zionis.

Negara-negara seperti Cina dan UEA telah menyerukan pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk menangani intensifikasi kejahatan Zionis, termasuk tindakan provokatif menteri keamanan internal rezim ilegal ini terhadap Masjid al-Aqsa.

Otoritas Palestina juga ingin menggunakan kapasitas internasional untuk menangani kejahatan rezim Zionis dan juga untuk menghentikan kejahatan Israel terhadap warga Palestina.

Itamar Ben-Gvir 

 

Dalam hal ini, Pemimpin Otoritas Ramallah Mahmoud Abbas telah menugaskan delegasi Palestina ke PBB di New York untuk segera mengambil tindakan di Dewan Keamanan guna memaksa kabinet baru Israel menghentikan kejahatannya.

Tekanan-tekanan internal, regional dan global menyebabkan Benjamin Netanyahu, yang seharusnya berkunjung ke UEA sebagai perjalanan luar negeri pertamanya pada minggu depan, menunda lawatannya tersebut.

Meluasnya tekanan internal, regional dan global terhadap kabinet baru rezim Zionis tampaknya disebabkan oleh dua faktor: pertama, setiap orang percaya bahwa kabinet baru rezim Zionis terdiri dari orang-orang radikal yang memiliki catatan keamanan yang buruk dan pemikiran yang sangat rasis.

Faktor kedua adalah para analis dan pejabat dari berbagai negara meyakini bahwa kelanjutan dari tindakan seperti itu oleh kabinet ekstrem Benjamin Netanyahu dapat menimbulkan konsekuensi keamanan yang serius bagi kawasan Asia Barat.

Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hasan Nasrullah dalam pidatonya pada Selasa malam, menyerukan "kontrol atas kabinet rezim Zionis" dalam kemungkinan serangan ke al-Quds. Dia memperingatkan bahwa serangan ke al-Quds dapat berarti ledakan situasi tidak hanya di dalam al-Quds dan Palestina, tetapi di tingkat regional.

Poin penting adalah bahwa keberanian rezim Zionis untuk menyerbu dan menodai Masjid al-Aqsa dan meningkatkan kejahatan terhadap warga Palestina juga disebabkan oleh perilaku pemerintah-pemerintah Arab, termasuk UEA dan negara-negara Arab yang menormalisasi hubungannya dengan Israel.

Meskipun UEA kini telah menyerukan pertemuan di Dewan Keamanan, namun normalisasi hubungan dan pengembangan hubungan dengan rezim pendudukan al-Quds dalam dua tahun terakhir memudahkan rezim Zionis melanjutkan kekerasan terhadap rakyat Palestina.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan Menteri Keamanan Internal rezim Zionis merupakan salah satu konsekuensi dari perilaku UEA dalam menormalisasi dan memperkuat hubungan dengan Tel Aviv. (RA)