PBB dan Kecaman atas Upaya Mendelegitimasi UNRWA
Para pelapor PBB menyatakan bahwa mereka mengecam keras segala upaya untuk sepenuhnya mendelegitimasi Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Tentu saja, selain reaksi negatif dari PBB, isu ini juga mendapat tentangan dari beberapa negara dan institusi Eropa. Norwegia dan Irlandia mengumumkan bahwa mereka tidak akan mengikuti embargo UNRWA dan mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan bantuannya kepada UNRWA.
Saat mengumumkan dukungannya untuk UNRWA, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan bahwa UNRWA adalah penyelamat jutaan warga Palestina yang menderita kelaparan dan mencegah penyebaran penyakit.
Dia menambahkan, Harus ada penyelidikan independen mengenai tuduhan yang dibuat terhadap UNRWA, tapi menghentikan pendanaan organisasi PBB ini berarti hukuman kolektif.
Sebelumnya Borrell mengatakan, Sebagian besar negara UE percaya bahwa tidak ada alternatif selain UNRWA (di Gaza).
Namun, tampaknya kampanye Barat terhadap UNRWA akan terus berlanjut.
Tentu saja, penangguhan bantuan kepada UNRWA disebabkan oleh kebutuhan akan pengiriman bantuan yang cepat dan ekstensif kepada dua juta orang di Gaza yang menderita kekurangan parah dan bahkan kelaparan serta kehilangan akses terhadap kebutuhan paling dasar manusia akibat perang dan blokade yang dilakukan oleh rezim Zionis, dapat menyebabkan bencana kemanusiaan di Gaza yang jauh lebih buruk dibandingkan situasi mengerikan yang terjadi saat ini.
Dalam pernyataan yang mereka keluarkan mengenai penangguhan dukungan keuangan beberapa negara kepada UNRWA disebutkan, Negara-negara ini mengambil keputusan setelah Mahkamah Internasional mencapai “keputusan logis” mengenai genosida Israel di Gaza. Kami sangat prihatin dengan keputusan negatif yang diambil oleh hampir 18 negara baru-baru ini untuk menangguhkan dukungan keuangan mereka kepada UNRWA.
Dalam pernyataan tersebut ditegaskan, Berita bahwa Israel berencana menarik UNRWA dari Gaza sangatlah buruk.
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini menekankan dalam sebuah wawancara bahwa Israel belum memberikan bukti mengenai jumlah staf UNRWA yang terlibat dalam operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober.
Lazzarini juga mengatakan bahwa penangguhan bantuan keuangan UNRWA dilakukan secara tergesa-gesa dan tidak rasional serta akan menimbulkan banyak konflik, serupa dengan konflik di Gaza.
Israel Kats, Menteri Luar Negeri Zionis Israel sebelumnya menyerukan pengunduran diri Lazzarini, merujuk pada tuduhan rezim ini terhadap sejumlah pegawai UNRWA bahwa mereka ikut serta dalam serangan 7 Oktober.
Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Zionis mengklaim bahwa sudah waktunya bagi organisasi ini untuk mengakhiri misinya di Jalur Gaza.
Pihak Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, sebagai pendukung utama rezim Zionis, telah memberikan segala macam bantuan politik dan militer ke Tel Aviv sejak operasi Badai Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober dan serangan besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dilakukan rezim Zionis terhadap Jalur Gaza, senyatanya sebagai insentif dan stimulus bagi Zionis untuk melanjutkan serangan-serangan yang berujung pada genosida di Jalur Gaza.
Para pelapor PBB menyatakan bahwa mereka mengecam keras segala upaya untuk sepenuhnya mendelegitimasi Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Terkait hal ini, Euro-Med Human Rights Monitor mengumumkan dalam laporan terbarunya bahwa lebih dari 35.000 orang menjadi syahid akibat agresi berkelanjutan pendudukan Israel di Jalur Gaza. Organisasi hak asasi manusia ini mengumumkan, 13.000 korban adalah anak-anak.
Kini, dalam sebuah langkah baru untuk mendukung Israel, negara-negara Barat, dengan alasan palsu dan mengutip tuduhan Tel Aviv terhadap UNRWA, menangguhkan bantuan keuangan kepada organisasi PBB ini, yang memainkan peran penting dan esensial dalam memberikan bantuan kepada rakyat tertindas di Gaza.
Penangguhan bantuan ini telah meningkatkan risiko terhentinya kegiatan kemanusiaan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan PBB di Gaza dan memperburuk situasi.
Menurut para analis, dengan menekan UNRWA, Israel sedang melakukan balas dendam karena mengajukan kasus genosida ke Mahkamah Internasional.
Jurnalis Turki Mohammad Kanji menilai dengan menekan UNRWA, Israel sebenarnya sedang membalas dendam atas terbukanya kasus genosida di Jalur Gaza dan persidangan Tel Aviv di Mahkamah Internasional.
Hanya satu hari setelah pengumuman keputusan Mahkamah Internasional dan untuk mengurangi pengaruh globalnya, Israel memulai operasi untuk menyerang dan menghancurkan citra UNRWA. Selama dua minggu terakhir, berita dua sisi tentang UNRWA dimuat secara luas di media rezim Zionis dan Barat.
Kabar yang disebarkan Zionis ini mengklaim sejumlah pegawai UNRWA ikut serta dalam operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023. Pemberitaan ini menyasar 12 pegawai UNRWA yang merupakan warga Palestina di Jalur Gaza.
Meski kebenaran berita ini belum bisa dipastikan, tapi Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, Belanda, Swiss, Jepang, Kanada, Prancis, dan Australia bereaksi keras dan mengklaim hal tersebut karena pelanggaran yang dilakukan oleh UNRWA. Mereka menghentikan kontribusi tahunan mereka kepada organisasi ini, PBB.
Mengadopsi keputusan seperti itu tidak hanya akan berdampak pada kehidupan 2 juta warga Palestina di Jalur Gaza, yang saat ini menghadapi kekurangan makanan, air dan obat-obatan, tapi juga bantuan UNRWA kepada 5,9 juta pengungsi Palestina di negara-negara Timur Tengah yang juga membahayakan Suriah dan Lebanon.
Selain itu, tindakan pihak Barat ini terjadi ketika negara-negara yang memberikan sanksi kepada UNRWA belum menunjukkan reaksi yang jelas terhadap terbunuhnya 152 karyawan organisasi yang berafiliasi dengan PBB ini sejak 7 Oktober dalam serangan Israel di Gaza.(sl)