Perang Dipastikan Meluas jika Israel Tak Hentikan Genosida di Gaza
Operasi Badai al-Aqsa dan serangan udara besar-besaran rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza telah memasuki hari ke-29. Militer Israel melanjutkan pembantaian terhadap warga Palestina untuk menebus kekalahannya di medan perang.
Jet-jet tempur Israel membombardir perumahan penduduk, rumah sakit, tempat ibadah seperti masjid dan gereja, tempat pengungsian, fasilitas publik, pasar, pusat perbelanjaan dan sekolah.
Organisasi dan lembaga yang berafiliasi dengan PBB mengumumkan bahwa 67% korban serangan udara militer rezim Zionis di Gaza sejak awal operasi Badai al-Aqsa adalah perempuan dan anak-anak.
Lembaga-lembaga yang menyebutkan hal itu antara lain; Dana Anak-anak PBB (UNICEF), Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi PBB (UNFPA), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dalam pernyataan bersama lembaga afiliasi PBB ini disebutkan bahwa nyawa bayi- bayi menjadi taruhannya dan jika rumah sakit kehabisan bahan bakar maka nyawa sekitar 130 bayi prematur yang membutuhkan perawatan dan perawatan khusus akan terancam.
Menurut perkiraan lembaga-lembaga tersebut, terdapat 50.000 perempuan hamil di Gaza, dan lebih dari 180 di antaranya melahirkan setiap hari.
Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan bahwa jumlah syuhada Palestina sejak serangan udara militer Israel ke Gaza telah meningkat menjadi 9.227 orang.
Dari jumlah korban jiwa tersebut, 3.826 adalah anak-anak dan 2.405 adalah perempuan. Jumlah warga Palestina yang terluka juga meningkat menjadi 23.516 orang dalam kurun waktu tersebut.
Rezim Zionis melancarkan perang habis-habisan terhadap Gaza sejak tanggal 7 Oktober 2023 yang bertujuan untuk membebaskan para tahanan dan melenyapkan Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, namun sejauh ini, alih-alih mereka mencapai tujuannya, jumlah korban tewas di kalangan pasukan Zionis justru meningkat setelah mengirimkan tank-tanknya ke Gaza.
Hanya dalam satu serangan balik dari Batalion al-Qassam, sayap militer Hamas, 6 tank, dua pengangkut personel dan satu buldoser tentara Israel dihancurkan. Saraya al-Quds, cabang militer gerakan Jihad Islam Palestina, mengumumkan bahwa tentara Israel menderita kerugian besar, namun tidak mengumumkan jumlah sebenarnya korban jiwa.
Menurut data terbaru, juru bicara unit militer Zionis Daniel Hagari mengumumkan, jumlah korban dalam pertempuran dengan Gaza sebanyak 339 orang. Menurutnya, Hamas juga memiliki 241 tawanan.
Radio rezim Zionis juga mengumumkan bahwa sejak awal Operasi Badai al-Aqsa, 1.538 Zionis, termasuk 388 personel militer, tewas dan sekitar 5.000 lainnya terluka.
Dalam situasi seperti ini, jika kabinet ekstremis yang dipimpin Benjamin Netanyahu bersikeras untuk melanjutkan perang, maka korban militer tentara Israel akan meningkat. Apalagi, Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah menegaskan bahwa bola berada di lapangan Amerika Serikat (AS) dan rezim Zioinis, apakah akan melanjutkan perang atau menghentikannya.
Media rezim Zionis mengakui bahwa seluruh warga Zionis mempercayai perkataan Sayid Nasrullah dan ini dianggap sebagai kemenangan baginya.
Sekjen Hizbullah pada pidatonya pada hari Jumat (3/11/2023) menanggapi kelanjutan genosida yang dilakukan rezim Zionis di Gaza. Dia mengatakan, ada kemungkinan perang akan melebar dari pihak Front Lebanon dan mengubah pertempuran ini menjadi pertempuran yang besar dan meluas, dan ini adalah kemungkinan yang nyata.
"Anda dapat menghentikan agresi terhadap Gaza karena ini adalah perang Anda, dan mereka yang ingin mencegah perang regional harus bertindak untuk menghentikan agresi terhadap Gaza. Jika tidak, dalam perang regional mana pun, material dan tentara Anda akan dikorbankan, dan Anda akan menjadi pecundang terbesar," kata Sayid Nasrullah yang ditujukan kepada Amerika.
Sekretaris Jenderal Gerakan Nujaba Irak Sheikh Akram Al Kaabi mengapresiasi pernyataan Sayid Nasrullah, dan mengatakan bahwa Mujahidin Irak memiliki kekuatan dan persiapan yang cukup untuk menghadapi perang simultan melawan penjajah Israel dan Amerika.
Mengingat gerakan perlawanan Palestina dan Lebanon telah mengumumkan persetujuan mereka untuk menghentikan perang dan gencatan senjata, maka tanggung jawab atas kelanjutan dan perluasan cakupan perang dan konsekuensinya, seperti awal perang, berada di pundak militer Zionis dan kabinet Netanyahu yang mengghasut perang.
Tampaknya salah satu hasil dari pidato terbaru Sayid Nasrullah adalah meningkatnya tekanan internasional terhadap rezim Zionis dalam konteks penghentian perang dan peningkatan tekanan agar Netanyahu mengundurkan diri. (RA)